Derita

Tidak sedikit orang yang merasa paling melarat hidup di dunia ini. Sayangnya, perasaan yang demikian turut keluar dari mulut yang materi ketika dilihat orang lain, sudah ada sepenuhnya. Orang lain melihat yang bersangkutan lebih dari …

Tidak sedikit orang yang merasa paling melarat hidup di dunia ini. Sayangnya, perasaan yang demikian turut keluar dari mulut yang materi ketika dilihat orang lain, sudah ada sepenuhnya. Orang lain melihat yang bersangkutan lebih dari cukup. Justru rasa semacam ini, jarang diungkapkan oleh mereka yang memang adanya demikian.

Jika ditilik lebih dalam, ternyata rasa ini yang membuat orang merasa paling kurang. Kata pepatah yang bijak, manusia tidak boleh merasa selalu kurang, karena dengan rasa selalu kurang akan membuatnya selalu mengeluh dan tidak optimis menatap hidup.

Setiap orang harus gagah menatap ke depan, dengan dadan yang membusung. Khusus untuk menghadapi rasa yang demikian. Kecuali untuk ibadah dan pengabdian, seseorang selalu harus merasa kurang, agar bersemangat mempersiapkan diri menuju kehidupan yang kekal.

Semangat ini yang ingin saya berikan kepada semua orang. Seorang teman saya, sebenarnya pernah menjadi pengusaha –mungkin pengusaha kelas sedang. Ukuran sedang, dalam benak saya, karena ia pernah mengelola dan mengerjakan proyek miliaran. Ia juga pernah memiliki kendaraan mewah. Seingat saya, perjumpaan kami seusai kuliah, hanya beberapa kali saja. Saya tahu dari orang lain, perihal aktivitas pengerjaan berbagai proyek teman saya itu.

Kabar tentang dia tiba-tiba saya dapat melalui pesan masuk. Saya ingat, waktu itu jam 11 malam. Ia minta bantu saya mengirimkan uang Rp100 ribu, agar ia bisa pulang kampung. Saya menelepon untuk menanyakan persoalan dia. Katanya kehidupan dia sedang sulit, dan pemilik rumah mengusirnya.

Saya bilang sama isteri untuk mengirimkan uang lewat anjungan tunai mandiri. Ia menerima dengan selamat uang yang saya kirim.

Sejak saat itu, saya sering menerima pesan-pesan susah. Teman itu menjadi rajin mengirimkan pesan tentang kondisi kehidupannya yang sudah berkekurangan secara materi. Berbeda dengan sebelumnya.

Teman yang satu ini berbeda dengan sahabat saya yang satu lagi. Pesan yang saya terima justru tentang ketabahan dan ketangguhan.

Usai salat subuh, pesan singkat yang masuk: Jika cobaan sepanjang sungai, maka kesabaran itu seluas samudera. Jika harapan sejauh mata memandang, maka tekad mesti seluas angkasa membentang. Jika ujian sebesar bumi, maka keikhlasan harus sejagad raya.

Sahabat yang satu ini, selalu mengirim pesan kehidupan. Menurutnya, satu hal yang pasti, setiap cobaan selalu ada kadarnya. Ia kutip Kitab Suci, cobaan tidak melebihi kemampuan manusia menerimanya.

Ia buktikan pesan itu melalui cobaan dalam kehidupannya yang bertubi-tubi. Tetapi dengan izin Allah, ia mampu melewatinya. Ia seperti tidak mengeluh. Tidak seperti kebanyakan orang, kehilangan jatah satu potong kue saja, mengirim pesan ke seluruh dunia.

Ia ingin menyadarkan semua sahabatnya, bahwa fungsi sahabat itu pada posisi menggapai orientasi kehidupan yang mulia. Tidak sebatas teman. Tidak sebatas orang yang kebetulan sama-sama melewati satu jalan. Tidak sebatas sebagai kawan untuk bercakap-cakap. Bukan hanya sebagai pelengkap. Tidak penting mendapatkan puji-lebihkan.

Ia ingin mengingatkan, sahabat itu tidak sebatas orang yang sudah lama kenal dan saling berhubungan. Maka berpihak di waktu susah yang menjadi bukti, bukan ketika senang. Biasanya banyak orang akan berkerumun ketika senang, lalu, pelan-pelan menghilang ketika susah datang.

Keberadaan karib, hanya dengan indikator rapat dan erat. Dengan intens berjumpa. Yang intens mengirim pesan.

Kepada teman saya yang sering mengeluh hidup, saya teruskan pesan sahabat saya itu. Saya ingin menyampaikan bahwa dalam kehidupan, semua orang mengalami cobaan. Masalahnya adalah kita hanya ingat cobaan itu ketika pada posisi kita sedang berkekurangan.

Tetapi teman saya itu, tidak berhenti mengeluh.

Leave a Comment