Sabang

Ada sejumlah pelabuhan penting di Indonesia. Tidak semua bergerak sesuai harapan. Selain itu, sebagai sebuah pelabuhan, sebagaimana juga dalam cerita-cerita imajinatif penulis skenario film, selalu ada para pemain belakang. Pelabuhan yang semarak, dalam imajinasi mereka …

Ada sejumlah pelabuhan penting di Indonesia. Tidak semua bergerak sesuai harapan. Selain itu, sebagai sebuah pelabuhan, sebagaimana juga dalam cerita-cerita imajinatif penulis skenario film, selalu ada para pemain belakang. Pelabuhan yang semarak, dalam imajinasi mereka adalah tempat yang di situ hidup para pelaku gelap.

Banyak tempat yang memungkinkan keluar-masuk barang-barang sederhana, berimplikasi positif terhadap dagang. Asal saja bukan barang-barang haram yang masuk lewat jalur itu. Tetapi barang-barang yang sederhana dan dibutuhkan, selalu ada dalam sebuah kota pelabuhan yang berkembang.

Bagi pemerintah, ada ancaman lain yang dirasakan dengan suasana demikian. Pajak yang tidak terkontrol, sekaligus berpotensi dijadikan jalur selundupan barang-barang haram. Namun dalam catatan media, selama ini justru barang-barang haram tidak mungkin masuk melalui jalur utama. Biasanya yang dijadikan para penjahat untuk memasukkan barang-barang haram, lewat jalur-jalur tikus yang tidak mungkin diketahui semua orang.

Berarti hanya pajak saja yang sepertinya menjadi kendala bagi pemerintah, di tempat-tempat yang proses keluar-masuk barang tidak terkontrol. Barang-barang yang hanya satu dua potong kain, dan semacamnya. Sekali lagi, di banyak tempat kontrol terhadap ini juga berlangsung ketat.

Hal itu juga yang pernah terjadi di Sabang. Kota ini sangat terkenal. Saya mendapat kabar dari teman-teman saya di luar Aceh, bahwa Sabang sangat terkenal bagi mereka. Makanya ketika pergi ke Aceh, rata-rata menurut mereka, seperti belum lengkap jika tidak sampai ke Sabang.

Sabang adalah salah satu tujuan wisata paling laris di Aceh. Salah satu kota yang terletak di ujung barat Indonesia, dengan luas hanya 153 km2 saja. Ada pulau terluar di sekitar sini, yakni Pulau Rondo. Selain itu ada Pulau Klah, Pulau Rubiah, dan Pulau Seulako.

Dari Banda Aceh, tidak sulit untuk bisa ke Sabang, kecuali pada waktu libur dan ada even tertentu. Normalnya, ada dua kapal yang ke Sabang dengan dua kali perjalanan dalam sehari: pagi dan sore. Namun dalam waktu tertentu, terutama libur, biasanya penuh dan tiket harus dipesan dari awal.

Dari dahulu, Sabang sudah terkenal. Dengan berdampingan dengan laut bebas, menjadikan Sabang sangat digemari sebagai salah satu tempat singgah –dengan berbagai keperluan.

Pada tahun 1970, Sabang menjadi kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Indonesia menganggap kawasan ini sangat strategis bagi perdagangan. Kesadaran tersebut sebenarnya diilhami juga oleh bukti sejarah dimana abad ke-19, Sabang sudah menjadi salah satu pelabuhan penting di kawasan Asia Tenggara. Belanda dan Jepang bahkan menjadikan pelabuhan Sabang sebagai benteng dan jalur transportasi penting bagi mereka.

Sebenarnya sebelum ada kebijakan pelabuhan bebas Sabang, pelabuhan ini sejak awal kemerdekaan sudah menjadi pintu pertahanan Indonesia sebelah barat. Setelah itu, baru pelabuhan bebas dibuka, setelah sekian lama muncul kesadaran akan pentingnya menggerakkan roda ekonomi lewat laut.

Proses politik yang kembang-kempis kemudian membuat peta kebijakan turut berubah. Di Sumatera, Batam menjadi tempat baru pelabuhan bebas. Seiring dengan itu, Sabang dimatikan, walau kemudian atas nama kerjasama ekonomi tiga negara (Indonesia, Malaysia, Thailand), Sabang disebut sebagai kawasan strategis.

Baru tahun 2000 Sabang kembali dibuka pelabuhan bebas. Itu pun karena banyak tuntutan, terutama setelah reformasi terjadi. Namun dalam kenyataan, kawasan bebas seperti kehilangan semangat, hingga kini. Namanya pelabuhan bebas, di tengah suasana dagang yang sama sekali tidak bebas.

Ada satu peninggalan kebiasaan masyarakat dari pelabuhan bebas dari dulu, yang hingga kini terasa turun-temurun dilakukan, yakni istirahat siang. Ketika di Sabang, terutama setelah dhuhur hingga ashar, rata-rata toko tutup. Hal ini karena pemiliknya memilih istirahat siang.

Suasana ini tidak terbentuk tiba-tiba. Ia sudah menjadi kebiasaan yang proses terbentuknya lama sekali. Pada saat pelabuhan bebas sedang menggelora, pada jam segitu, tensi aktivitas pelabuhan menurun drastis. Inilah kesempatan mereka yang berdagang dan berjualan untuk beristirahat sejenak, yang hingga generasi sekarang melakukan aktivitas serupa.

Mungkin ada yang berubah. Ketika tensi aktivitas tersebut menjadi tidak begitu padat, namun kebiasaan itu terus berlanjut hingga kini.

Orang-orang yang belajar seperti saya, harus bisa menangkap berbagai hikmah dari fenomena yang ada. Lewat orang-orang yang sudah senja, kita mengetahui betapa kawasan ini pernah berkembang hebat, yang seharusnya harus bisa dijadikan momentum kembali oleh generasi kemudian.

Leave a Comment