Kehidupan yang dijalani seseorang harus diatur. Termasuk dalam hal berbahasa. Konteks berbahasa di sini, terkait dengan bagaimana sesuatu itu disampaikan dengan tepat dan santun. Bahasa yang dipakai mencerminkan kepribadian pemakainya.
Suatu kali saya menyediakan waktu untuk satu diskusi sederhana yang membahas tentang penggunaan bahasa yang baik dan benar. Orang-orang yang mengajar dan menulis, penggunaan bahasa yang baik, lurus, dan benar, sangat penting, tidak saja bagi tujuan praktis, melainkan juga tujuan akademis –jika boleh disebut demikian. Tujuan akademis terkait dengan bagaimana sesungguhnya yang disebut bahasa yang lurus, baik dan benar.
Dalam berbahasa, tentu ada rumus yang tersedia, dimana dengan rumus demikian, seseorang akan mendapatkan hasil dari berbahasa yang baik. Sebaliknya jika hal demikian diabaikan, akan berakibat bukan saja tulisan menjadi tidak baik, juga membuat bahasa semakin kacau.
Sementara tujuan praktis, adalah apa yang diungkapkan akan tersampaikan secara sempurna kepada yang berhak. Orang-orang yang kita harapkan membaca apa yang kita tulis, dengan menggunakan bahasa yang baik, akan mudah ditangkap. Bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, membuat seseorang akan memahami sesungguhnya apa yang kita sampaikan.
Orang yang membaca apa yang kita tulis, tidak malah bingung dengan apa yang kita sampaikan. Dengan penggunakan kata yang tepat, paragraf yang hemat dan langsung ke pokok permasalahan, akan membuat sesuatu yang kita sampaikan tidak berputar-putar. Justru dengan berputar-putar demikian membuat pembaca bingung dan tidak bisa menangkap secara utuh apa yang kita maksudkan.
Diskusi itulah yang saya ikuti. Diskusi yang sebenarnya berbicara masalah sederhana. Sesuatu yang sehari-hari kita alami dan kita praktikkan. Dengan hasil diskusi demikian, sekiranya kita langsung memulai mempraktikkan, maka capaian berbahasa yang baik dan benar akan mudah tercapai. Terutama melalui kegiatan belajar-mengajar, yang membuat interaksi antara mereka yang mengajar dengan yang diajar berjumpa secara intens dalam ruang yang sama. dengan interaksi demikian, maka menurunkan cara berbahasa yang baik dan benar, akan semakin cepat mencapai hasilnya.
Konsep berbahasa yang lurus demikian bukanlah sesuatu yang sulit –demikian yang bisa saya pahami dari materi. Modalnya adalah apakah kita mau atau tidak –bukan pada mampu atau tidak. Mau atau tidak berhadapan dengan sikap untuk implementasi. Sementara mampu terkait dengan keadaan diri kita. Soal yang dibahas ini terkait dengan sikap, karena sangat tergantung dari kemauan kita, bukan pada keadaan. Jadi posisinya sudah pada pilihan. Masalahnya adalah banyak kita justru tidak memilih untuk berbahasa yang baik dan benar demikian.
Kita melakukan sesuatu dengan apa adanya, tidak peduli kanan kiri, bahkan terkesan sangat cuek terhadap apa yang seharusnya kita lakukan. Padahal konsep yang sebagaimana di atas, bukanlah konsep yang berat. Sesuatu yang bisa kita ikuti dengan cara dan pola yang sesungguhnya sangat sederhana.
Pertanyaan pokok sebagaimana sudah ditanya di atas, adalah apakah kita mau atau tidak melakukannya. Itu saja.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.