Sungguh sangat penting, satu kata antara perkataan dengan perbuatan. Orang yang tidak konsisten, tidak saja bisa diukur dengan mereka yang sering berubah suara dan kata-kata, melainkan juga tidak selarasnya antara apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan. Secara normatif, bisa jadi semua orang berkata baik. Akan tetapi berkata baik saja belum cukup, melainkan ia harus terwakilkan lewat perilakunya.
Orang yang berkata baik juga harus berbuat atau berperilaku baik. Orang yang hanya berhenti pada kata-kata baik, namun buruk perilaku, pada dasarnya bisa dikategorikan sebagai orang yang buruk. Perilaku yang baik, tidak didukung oleh perkataan yang baik, juga akan cacat.
Sesuatu yang dikatakan baik, harus terwujud dalam perilaku. Seseorang yang mengatakan ia sebagai orang baik, akan terwakilkan dengan apik lewat perilakunya. Ia gagal menjadi orang baik saat apa yang dikatakan itu tidak terwakilkan dalam perilaku sehari-hari.
Konsistensi ini yang sering tidak mampu kita jaga. Kita akui diri sebagai orang baik, namun berperangai buruk dalam berbagai kesempatan, mulai dari perangai buruk tingkat rendah hingga tinggi. Perangai yang baik, dengan kata-kata yang baik, akan menghasilkan sesuatu yang baik.
Pernah beberapa kali, orang berbondong-bondong menukarkan uangnya, khususnya Rupiah. Ketika ada kecenderungan mata uang kita semakin melemah, kondisi itu selalu terlihat. Dalam kondisi itu, orang menuju ke tempat penukaran uang, lalu ramai-ramai menjual Rupiah dengan mata uang lain. Sederhananya karena mata uang ini dianggap, mungkin, sudah bernilai rendah.
Kasus seperti ini pernah terjadi pada tahun 1998. Waktu itu, penukaran uang terjadi secara besar-besaran. Banyak orang yang kaya mendadak waktu itu, karena mereka bermain dengan Rupiah. Ada pertanyaan bahwa fenomena apa ini sebenarnya? Sebagian ada yang berpendapat bahwa cinta terhadap Rupiah sedang dipertaruhkan. Ada yang lebih ekstrem, katanya main Rupiah seperti ini adalah bentuk ketidakcintaannya terhadap negara. Terlepas bagaimana kita menafsirkan fenomena ini, yang jelas ia sudah menjadi satu kenyataan penting dalam negara kita.
Ada hal lain yang harus diingat, bahwa orang membutuhkan banyak uang untuk hidupnya. Kebutuhan hidup semakin menumpuk. Mereka harus lebih kreatif dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya tersebut. Salah satu jalan pintas, dalam rangka mencukup kebutuhan hidup dan mungkin mencoba peruntungan menjadi orang kaya baru, adalah melalui bermain Rupiah. Mumpung.
Kita juga bisa berkomentar apa saja. Pada saat yang sama, kita harus mengingat bahwa untuk menjaga tubuh negara kita, tidak ada pemupukan yang sempurna. Orang-orang yang memiliki kelebihan memperlihatkan kelebihannya pada orang yang susah dan berat menghadapi kesulitan hidupnya. Tentu tidak adil juga, ketika ada masalah dan ada orang yang mendayagunakan ruang masalah itu untuk memperbaiki kualitas hidupnya, lalu kita tuduh sebagai bentuk ketidakcintaannya pada negara ini. Ketika orang banyak dieksploitasi untuk kepentingan yang mengatasnamakan pembangunan, orang-orang yang berada tidak menyebut itu sebagai tidak cinta negara.
Mengukur seseorang cinta terhadap negara, dapat dilakukan dengan berbagai cara. Orang yang hidup dengan efisien dan efektif, menggunakan sumber daya sehemat mungkin, salah satunya. Orang yang berusaha menahan diri untuk tidak –bukan saja—mencuri uang negara, melainkan juga menjauhi pemborosan keuangan negara, juga alat ukur cinta negara. melaksanakan kekuasaan menuju pembahagiaan rakyatnya, juga masuk dalam kategori ini.
Jadi tidak semata ditentukan pada omongan. Orang yang banyak berbicara dengan sering menyebut cinta negara, kenyataannya belum tentu benar-benar mencintai negara. Orang yang sering mengucap cinta, belum tentu hidup dan matinya diberikan untuk yang diucapkannya.
Suasana akhir-akhir ini, sesungguhnya ingin diingatkan bahwa apapun bisa terjadi. Ketika uang digunakan untuk saling mendapatkan untung, maka bisa saja itu dipahami sebagai usaha untuk membangun asa. Dalam tataran ini, teringat masa kecil dulu, ketika main menggunakan uang dari daun kayu. Anak kecil menggunakan kayu untuk melakukan pembayaran apapun. Tentu tidak sebanding corak permainan masa kecil itu, ingin mewakilkan permainan orang-orang dewasa yang ingin cepat kaya, melalui jual-beli uang.
Itulah bahasa lain, mulut harus selaras dengan hati. Fisik dan jiwa. Orang-orang yang tidak selaras, mudah sekali kita temukan dalam kehidupan nyata.