Setiap pertemuan terakhir dari satu mata kuliah, selalu diadakan ujian. Masing-masing dosen memiliki cara tersendiri dalam melaksanakan ujian itu. Tujuan ujian sebenarnya sederhana, ingin mengetahui seberapa besar mahasiswa menguasai bahan yang sudah diberikan. Menguasai dalam konteks ini tidak dalam artian sekedar mampu menghafal, melainkan sudah pada tahap mampu menganalisis dan menerapkan ilmu tersebut dalam masyarakat. Dengan orientasi belajar yang berbasis mahasiswa, seharusnya mereka yang mengajar dan belajar, sama-sama harus menguasai bahan tertentu terkait mata kuliah. Apalagi dengan teknologi seperti sekarang, bisa jadi mahasiswa lebih pandai dari dosennya. Apalagi mereka yang menelusuri berbagai sumber bacaan. Sarana informasi memudahkan kita mengakses semuanya.
Suasana berbeda tampak di sejumlah tempat. Ada kelas yang mahasiswanya menunggu hanya pada apa yang diberikan dosen. Tidak ada usaha untuk mencari yang selebihnya. Bahkan ada yang hanya mengandalkan dari bahan presentasi saja, walau sudah dijelaskan bahwa bahan tersebut hanya untuk alat bantu dalam penjelasan, bukan sebagai bahan inti dari pelajaran itu. Biasanya saat ada pengumuman mau ujian, semua bahan baru dicari dan dalam waktu semalam ingin dilumat semua yang ada. Entah bagaimana seseorang bisa mampu memasukkan semuanya, hanya untuk bisa menjawab ujian sebagai proses akhir dari suatu mata kuliah. Hal demikian sering terjadi. Bahkan untuk tugas-tugas sekali pun, baru diselesaikan menjelang hari terakhir. Padahal waktu yang dimiliki lebih dari cukup, tetapi tidak diselesaikan lebih awal.
Saya ingin mengatakan bahwa dalam satu kelas sekali pun, wajar bila ada perbedaan dalam memaknai soal ujian. Dengan berbagai contoh persiapan yang dilakukan, sudah pasti tingkat kerumitan yang dirasakan berbeda, atas soal yang sama. Padahal ujian ini akan menentukan kadar seseorang yang sudah menempuh tingkat tertentu. Ujian adalah satu proses untuk menentukan pada tingkat mana seseorang layak di tempatkan. Seseorang, saat mau naik kelas, dilalui dengan ujian. Tanpa ujian, kita tidak memahami sejauhmana kemampuan kita.
Kadar ujian, sepertinya didapatkan sama, namun ada manusia yang mendapat ujian yang lebih sulit dari yang diperkirakan. Ada orang yang mendapat ujian biasa-biasa saja. Saat akhir semester, orang melihat ujian itu tidak selalu sama. Seseorang yang mendapatkan pertanyaan yang sama, akan merasakan kesulitan yang berbeda-beda. Orientasi kita mungkin yang berbeda-beda. Perbedaan ini mungkin yang dinamakan dengan cobaan yang tidak melebihi kemampuan. Kerumitan yang dirasakan tergantung pada persiapan yang ada. Orang yang menyiapkan segala sesuatu dengan baik, akan merasakan tingkat kerumitan yang lebih rendah dari yang lain. Mereka yang tidak mempersiapkan apa-apa, merasakan lebih rumit. Bisa jadi kita mendapatkan cobaan berbeda, sesungguhnya dengan tingkat yang sama. Perbedaan menyikapi membuat kita merasakannya berbeda.