Seperti Hajatan

Selama ini saya hanya mengamati, ketika ada satu keluarga mempersiapkan hajatan, maka keluarganya baik dari garis ayah maupun garis ibu, akan datang walau hanya sekedar untuk menemani. Pada titik yang paling minimal, tuan rumah memiliki …

Selama ini saya hanya mengamati, ketika ada satu keluarga mempersiapkan hajatan, maka keluarganya baik dari garis ayah maupun garis ibu, akan datang walau hanya sekedar untuk menemani. Pada titik yang paling minimal, tuan rumah memiliki tempat untuk berkeluh kesah.

Hajatan biasanya dipersiapkan dengan baik, bahkan jauh-jauh hari. Jika Anda dari kampung, bisa melihat rumah-rumah yang akan melaksanakan hajatan, akan mempersiapkan diri secara bersahaja, dan aktivitas sudah tampak jauh-jauh hari.

Anda yang menyaksikan, apakan merasakan hal semacam ini? Atau pernahkan Anda menghadiri acara walimah seseorang? Peresmian pernikahan? Hajatan semacam ini, orang berbeda pendapat bagaimana dilaksanakan. Inti dari hajatan sesungguhnya ingin mempersaksikan kepada banyak orang mengenai orang-orang yang sudah melangsungkan pernikahan. Di samping itu, ada satu titik kebahagiaan yang ingin dibagi.

Mereka yang berpikir sederhana, hajatan semacam ini tidak terlalu rumit. Hanya mengundang dan menyediakan makanan sebagai penyambut tamu, semudah dan apa adanya. Orang-orang yang datang juga demikian. Seharusnya selalu berpikir bahwa hajatan adalah sebagai penyambung kebahagiaan. Bukan sebaliknya, membicarakan berbagai kekurangan sebagai sisa.

Seiring dengan berbagai kemajuan, hajatan juga tampil dengan banyak wajah. Ada yang dilaksanakan sendiri, bahkan untuk orang tertentu, mempersilahkan pihak ketiga untuk melaksanakannya. Entah dimana esensinya, jika demikian. Ada dua bentuk. Pertama, ada keluarga yang tidak mau ribet. Mengundang orang ribuan, lalu untuk menjamu dan hidangan, digunakan jasa orang lain. Kedua, bentuk yang aneh, saat ada orang yang membuat hajatan, namun yang membiayai dan pengambil untung adalah pihak ketiga. Tuan rumah hanya duduk saja, karena semua sudah disediakan oleh pihak lain, termasuk apa yang dibawa sebagai buah tangan oleh tamu, akan menjadi milik mereka. Dimana esensi sebuah hajatan?

Semua hajatan semacam ini, seyogianya tidak menjadikan buah tangan sebagai tujuan. Lalu bagaimana menghindari kesan kepentingan buah tangan, ketika semua urusan diserahkan kepada pihak kedua, sebagaimana bentuk kedua di atas.

Terlepas bagaimana hajatan dilaksanakan, hal yang penting saya ungkapkan adalah betapa tim yang terlibat di dalam hajatan itu, harus tampak bahagia. Bahagia alami atau dipaksa-paksa bahagia, tidak masalah, yang penting harus tampak bahagia kepada siapapun yang datang.

Leave a Comment