Belajar terus-menerus menjadi kunci dari menulis. Tekad yang kuat akan memungkinkan seseorang mencapai kondisi tersebut. Saya ingin menceritakan sejumlah teman saya yang belajar bahasa untuk mewujudkan tekadnya kuliah ke luar negeri.
Kita tidak bisa berkilah orang lain lebih lemah dari kita. Orang-orang lemah yang terus berusaha mencapai keinginannya, suatu saat akan lebih kuat dari kita. Sedangkan kita yang merasa sudah kuat, tunggulah akan terkubur dalam lumpur.
Seorang teman saya yang ingin ke luar negeri, sungguh berangkat dari nol. Dengan tekadnya, ia bisa mencapai hasil yang luar biasa. Dalam waktu yang singkat, ia berhasil mengubah kemampuannya, di luar apa yang kita bayangkan. Apa yang menyebabkan ia sampai pada taraf itu, jawabannya karena tekadnya sangat kuat untuk mencapai hasil demikian.
Ia memiliki kemampuan biasa saja. Cita-citanya ingin kuliah di luar negeri, membuatnya berusaha keras. Sejumlah syarat yang ditentukan agar ia bisa kuliah, ditempuhnya dengan tekun. Nah, tidak dari awal ia memiliki kemampuan mumpuni. Sebagian besar kebutuhan, justru disiapkan secara serius dan bekerja keras. Sungguh suatu keinginan yang proses pencapaiannya dengan usaha dan kerja keras.
Itulah yang selalu saya harapkan dari proses menulis. Orang-orang yang belajar menulis, dengan tekad ingin menjadi penulis yang kuat, bisa mencapai hasil yang di luar dugaan. Sekali lagi, tekad bisa mengubah banyak hal. Tekad semacam ini, harus muncul dalam diri kita. Tekad ini akan mengubah apa yang bisa kita lakukan. Tekad melahirkan semangat yang luar biasa, dengan semangat demikian, membuat banyak hal bisa dicapai.
Atas dasar inilah, seorang penulis tidak boleh pasrah pada alasan bakat dan keadaan. Semangat itu harus dimunculkan. Keadaan yang bersemangat harus diupayakan. Bukan menunggu dan pasrah.
Anda mungkin sering mendengar di dalam ruang sosial, ketika seseorang berjumpa dengan penulis, selalu mengeluarkan kata-kata “sudah bakatnya”, atau “sudah fashionnya”. Kata-kata yang menggambarkan seolah-olah hanya memungkinkan dicapai oleh orang tertentu saja.
Kata-kata semacam itu tidak menggambarkan betapa menulis sebagai suatu proses belajar. Menulis itu seolah suatu aktivitas dan mereka yang sudah bisa melakukannya seperti jatuh dari langit. Seolah bukan dari usaha yang sungguh-sungguh.
Saya kira cara berpikir ini harus diubah. Berusaha menjadi konsekuensi dari cara pandang yang harus diubah ini. Sayangnya tidak semua orang mau mengubah cara pandang, karena jika dilakukan, biasanya akan mengubah posisi dari zona nyaman ke zona yang penuh perjuangan.