Saya pernah mendapat bocoran dua hal sekaligus, dari mereka yang menguasai tempat makan enak. Pertama, lokasi dimana para sopir sering berhenti. Sepanjang jalan raya, tempat yang dipenuhi para sopir, berkemungkinan tersedia makanan enak di sana. Mereka menguasai betul di mana tempat yang berasa di atas rata-rata.
Soal enak, saya tidak bisa mengonversinya dengan nilai gizi. Hal itu di luar kemampuan saya. Enak hanya soal rasa, bagaimana lidah mereka menerima dengan bahagia. Itulah enak. Sesuatu yang disebut enak dalam kategori itu, tidak selalu selaras dengan gizi yang dikandungnya.
Kedua, saat makan di warung, disarankan jangan melihat belakangnya terlebih dahulu. Untuk urusan ke belakang, silakan dilakukan setelah proses makan selesai. Alasan sederhana, karena sebagian warung makan yang tidak memperhatikan kebersihan tempat, sehingga bekas makanan tidak jarang ditumpuk begitu saja di belakang tempat mereka.
Sebagai catatan, bahwa tidak semua warung yang enak selalu tidak bersih di belakang. Banyak pemilik warung yang memiliki kesadaran tinggi untuk urusan kebersihan. Bahkan ada warung yang tingkat kebersihan melebihi dari rasa enak makanannya.
Begitu cara menandai warung, sehingga salah satu warung makan yang sering saya singgahi, kebanyakan sopir makan di sana. Posisinya persis depan masjid. Menurut kisah, pemiliknya adalah tukang masak yang awalnya ingin merantau. Sesampai di sini, mulanya tidak mendapat tempat. Lokasi ini baru dibeli sekitar dua tahun terakhir.
Tempat ini bukan persis terletak di samping jalan raya. Dari jalan besar, harus masuk lorong, persis di depan masjid, ada sebuah bangunan. Dan di sini, setiap kali makan, seringkali melihat banyak para sopir minibus angkutan umum, juga makan di sini. Menurut orang-orang, tempat makan para sopir biasanya enak. Di warung ini, tanpa kesaksian para sopir pun, saya akui enak. Banyak sekali menarik di warung ini –yang sudah jarang dijumpai di berbagai warung lain.
Tetapi bukankah setiap warung memiliki menu khas sebagai penarik pelanggan? Masing-masing memiliki jurus ampuh dalam mengalahkan tempat yang lain. Seperti main tinju, yang petinju tertentu memiliki kelebihan tertentu ketimbang yang lain. Semisal sepak bola memiliki pemain hebat di posisi gelandang atau penyerang saja. Semua memiliki jurus pamungkas dan itu yang membuat orang lain menarik, ketika berkunjung ke sana.
Untuk sebuah kota yang terus berkembang, model warung demikian sebenarnya biasa saja. Malah banyak pemilik warung yang memiliki serba keunggulan. Tidak hanya memiliki kelebihan pada satu atau dua resep saja. Walau agak sulit, namun bukan berarti tidak bisa. Banyak pemilik warung berlomba dengan berbagai cara menggapai target itu.
Selain soal resep, ada hal lain yang juga turut menentukan. Jika kita menonton tayangan masak atau kuliner di televisi, terlihat bagaimana model baru yang memadukan kualitas masakan dengan kualitas presentasi. Makanan yang enak akan terasa diterima ketika ia berhasil dipresentasikan di dalam rak. Makanan yang gagal diperlihatkan dengan indah, walau rasanya sangat enak, akan kalah dengan sendirinya. Kalau dalam sepak bola, kalah sebelum bertanding. Sebaliknya, rasa yang tidak enak, bila presentasinya bagus, paling tidak pengunjung akan mendapatkan kesempatan untuk mencicipinya.
Perpaduan inilah yang dilakukan oleh para pemilik warung makan. Keberhasilan ini akan dicapai dengan usaha yang sungguh-sungguh –disertai doa tentu saja. Usaha yang dilakukan setengah hati, biasanya juga akan mendapatkan hasil setengah hati. Orang sekarang menyebut dengan totalitas pada apa yang dilakukan.
Teringat pada saat mengajar dan mendapatkan orang-orang yang belajar secara total. Orang yang belajar dengan sungguh-sungguh akan mendapatkan hasil yang setimpal dengan usahanya.
Warung makan di depan masjid itu, mungkin salah satu yang sudah berusaha maksimal untuk menawarkan masakan dengan penuh totalitas. Pada akhirnya orang-orang makan seperti saya, akan merasakan dampak dari totalitas mereka dalam berusaha. Pasti ada sesuatu yang luar biasa, ketika para sopir yang datang dari berbagai kawasan, makan di sana.