Sebagaimana sudah diungkapkan sebelumnya, bahwa apa yang dipikir orang tua terhadap anak sangat menentukan bagaimana ia diperlakukan. Orang tua yang bisa merasakan anak akan membawa kebahagiaan, akan memperlakukan anak dengan luar biasa. Bahkan anak yang dilahirkan secara sah, prosesnya dan cara yang benar sekalipun, ada orang tua yang tega melakukan hal-hal di luar nalar. Belum lagi yang terjadi pada anak-anak yang dilahirkan tidak sah, yang ditinggalkan begitu saja. Malah yang dilahirkan secara sah pun, ada yang ditinggalkan begitu saja oleh orang tuanya.
Itu satu hal. Yang lainnya adalah bagaimana anak dibesarkan. Posisi anak diharapkan anak membawa pengaruh bagi keluarganya. Ada keluarga yang anak pertama menjadi bumper bagi adik-adiknya. Dalam posisi yang demikian, maka anak yang sukses turut dibantu oleh abang dan kakaknya, sehingga apa yang disebut keberhasilan orang tua, turut didukung oleh posisi anak tertua. Daam keluarga hal demikian sering terjadi. Anak yang menyadari proses tesrebut maka ia bersyukur bukan saja karena kerja keras orang tuanya, melainkan juga abang dan kakaknya. Tentu ada anak tertua yang sebaliknya, kental egois dan kasar perilaku.
Kesuksesan yang disebutkan di atas, seringkali hanya untuk konteks sukses keduniaan. Seseorang yang akhirnya bisa menyelesaikan semua level pendidikan formalnya. Atau anak yang kemudian bisa mendapatkan jabatan strategis pada perusahaan tertentu, yang tidak mungkin dicapai oleh kebanyakan orang. Bahkan untuk mempersiapkan anak pada posisi demikian, orang tua membanting tulang sedemikian rupa. Bukan hanya mereka yang secara materi lebih mapan. Bahkan keluarga yang biasa-biasa saja pun, berusaha keras untuk mencapai anaknya pada level demikian. Tidak lain yang diharapkan, kesuksesan dunia ini diharapkan secara umum bisa menghasilkan kebahagiaan. Namun konteks yang disebutkan terakhir ini, ada sebagian yang berhenti di dunia saja, juga tak sedikit yang berharap ada imbasnya bagi kehidupan akhirat mereka kelak.
Tidak semua bisa mencapai posisi kebahagiaan yang disebut terakhir –akhirat. Tidak semua anak mau dan mampu untuk mencapai dan mempersiapkan anak pada posisi demikian. Hal ini juga tergantung bagaimana orang tua memosisikan anak dalam mencapai kesuksesannya. Orang tua yang mengeluarkan uang seberapa pun, namun tidak mengontrol, berpotensi untuk tidak mencapai hal tersebut. Orang tua yang menganggap anaknya sebagai investasi, akan memperlakukan anak sebagaimana ia berharap akan memetik hasil pada akhirnya.
Untuk pilihan terakhir tersebut, membutuhkan kebersahajaan baik perilaku maupun proses. Anak-anak yang diharapkan menjadi pembawa kebahagiaan, akan dipersiapkan secara bersahaja. Mereka akan dijaga dan dirawat dengan kesantunan dan mengasupinya dengan berbagai gizi pengetahuan yang bisa mendukung ia mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat tersebut. Jarang ada capaian kebahagiaan, dari anak yang tidak dipersiapkan secara bersahaja.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.