Ada banyak keinginan dalam hidup. Keinginan ini berbeda sekali dengan kebutuhan. Ada keinginan yang memang bukan kebutuhan. Namun seringkali keinginan seolah mengalahkan kebutuhan. Orang-orang yang tidak cukup untuk membeli beras, namun justru mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk kebutuhan yang tidak perlu. Betapa besar pengeluaran orang miskin untuk kebutuhan rokok.
Ketika kita datang ke rumah orang-orang kurang berada, yang kita kenal, di rumahnya kadangkala tersedia berbagai alat yang sesungguhnya tidak dibutuhkan. Jika dibandingkan, mungkin banyak hal lain yang sangat dibutuhkan yang seharusnya tersedia.
Keinginan untuk hal-hal yang tidak dibutuhkan, berkemungkinan dikendalikan oleh nafsu. Hanya orang-orang yang matang dan bisa mengendalikan diri yang bisa membedakan kebutuhan apa yang harus dipenuhi lebih awal.
Kita harus ingat, bahwa ada pesan penting dalam agama, terkait dengan waktu. Pertama, orang yang rugi, ketika hari ini dan hari-hari mendatang lebih buruk dari hari kemarin. Progres kehidupan orang model ini, sama sekali tidak berjalan lebih baik. Lembaran hidup diwarnai oleh jalan mundur. Kedua, orang yang tidak ada kemajuan antara kemarin dan hari ini. Kehidupan berjalan hambar dan seperti tiada kekuatan untuk meraih hidup yang lebih baik untuk masa depan. Ketiga, harapannya orang-orang akan menempuh keadaan di mana besok atau lusa kondisinya harus lebih baik dari hari ini dan kemarin.
Pesan ini, hampir sama dengan pesan lain, untuk kita sebagai upaya menjadi spirit seseorang untuk menjaga kualitas hidupnya, “makanlah sebelum lapar, dan berhentilah sebelum kenyang”.
Pesan tersebut mengingatkan bagaimana keseimbangan hidup yang seharusnya dijaga. Apalagi ternyata, soal makanan, sangat berpotensi munculnya berbagai ketidakseimbangan raga dan jiwa. Di luar makanan, keharusan orang untuk selalu menahan diri, sangat penting dalam kehidupan. Orang yang menjaga kebutuhan hidup, bukan pada keinginan hidup.
Orang-orang yang matang melatih hidupnya dengan menjadikan puasa dalam menjaga spirit. Tentang keseyogiaan membangun harapan akan kehidupan yang lebih baik pada masa mendatang. Puasa itu tidak sekedar rutinitas yang setelah kita buka saat magrib, lalu tidak tertinggal apa-apa, tidak membekas pada diri manusia. Semangat apa yang ada dari berpuasa dianggap tidak ada apa-apa, dan dibiarkan lewat begitu saja.
Apalagi dalam bulan Puasa, seharusnya menjadi momentum untuk memperbaiki diri, lalu setelahnya berlatih untuk semangat hidup yang seimbang. Namun justru yang banyak terjadi, orang-orang tidak bisa menahan diri. Kita bisa lihat saat buka puasa, terutama yang dilakukan secara bersama. Menjelang waktu berbuka, kita bisa melihat bagaimana berbuka di luar di rumah itu seolah menjadi tren baru dalam masyarakat kita. Terutama anak muda. Bersusun tempat berbuka tersedia, mulai dari sederhana, sedang, hingga yang wah. Ukuran ini tentu saja menentukan harga. Di tempat-tempat yang mewah, harga berbuka untuk beberapa orang saja, mungkin sebanding dengan dengan harga orang berbuka sekampung. Sementara untuk yang sederhana, bisa dilakukan di mana saja.
Ada yang kurang baik, ketika orang yang berbuka tidak memperhatikan tempat untuk menunaikan kewajiban penting, shalat. Atau mungkin sekarang sudah terbalik, berbuka yang wajib? Makanya yang terlihat adalah waktu berbuka, yang merupakan waktu magrib, orang-orang tidak bergerak di tempat makannya. Orang-orang berleha-leha, untuk membuka apa yang ditunaikan di bulan puasa.
Sayang sekali kita melihat berombongan, orang yang duduk berbuka di tempat yang bisa dipastikan mushala atau tempat shalat kecil saja. Kondisi ini mewabah ke penjuru kota. Dari hari ke hari rasanya jumlah semakin banyak. Buka bersama sepertinya semakin penting, ketimbang menjaga kewajiban yang lain. Apalagi sekiranya anak muda yang bercampur baur tidak jelas, laki-laki dan perempuan. Itu membuat puasa tidak bermakna. Padahal, puasa tidak bisa dianggap begitu.
Kualitas baik dengan menjaga keseimbangan sebagaimana salah satu pesan dari puasa, adalah pola sederhana yang berimplikasi kepada kehidupan kita. ketika tidak melakukannya, maka nilai sekaligus hasil dari puasa, menjadi sia-sia.