Ada satu hal yang harus dipersiapkan adalah mewujudkan generasi yang sehat lahir dan batin. Fisik yang kuat dengan batin yang waras. Fisik yang kuat, tidak dibarengi dengan batin yang sehat, juga tidak akan menghasilkan apa-apa dari sebuah generasi.
Ada banyak pertanyaan terkait dengan cita-cita. Apakah semua orang memiliki cita-cita? Jangan-jangan ada orang yang tidak memiliki cita-cita. Dengan begitu, orang yang tidak memiliki cita-cita akankah memiliki kemampuan merumuskan tujuan hidupnya?
Untuk pertanyaan di atas, salah satu jawabannya adalah memungkinkan seseorang yang tidak memiliki cita-cita akan gamang mengenai tujuan hidupnya. Ia tidak tahu persis apa sesungguhnya yang ingin dilakukan dalam hidup. Otomatis pertanyaan lain, dengan demikian, apakah seseorang akan memiliki arti dengan hidup dengan tanpa memiliki cita-cita? Barangkali jika seseorang merasa bisa hidup tanpa cita-cita, sepertinya itu bertolak belakang dengan apa yang ingin ditempuh dalam hidup seseorang tersebut.
Cita-cita ini sendiri terumus lewat interaksi dengan berbagai orang. Masing-masing ada yang bisa tidak terpengaruh. Namun tidak sedikit orang yang harus mengakomodir berbagai masukan orang sekelilingnya terkait dengan cita-citanya. Hal ini memungkinkan terutama bagi mereka yang berbeda antara apa yang dicita-citakan dengan apa yang diinginkan oleh orang sekelilingnya.
Orang tua yang menginginkan agar anaknya memiliki cita-cita tertentu, kadangkala berbeda dengan cita-cita anaknya sendiri. Ada yang bisa tercapai sebagaimana cita-cita anak, juga tidak sedikit anak yang kemudian mengubah kembali cita-cita dengan mengakomodir keinginan orang tuanya.
Sederhananya, cita-cita itu sangat penting bagi seseorang. Dengan cita-citalah yang memungkinkan orang menyusun harapan yang digabung-padukan dengan usaha dan kerja keras. Apa yang diinginkan dalam hidup tidak datang seperti setumpuk uang yang tiba-tiba sudah bertumpuk di atas meja. Makanan harus diolah dari berbagai tumbuhan dan buah-buahan sehingga sesuai dengan selera yang diinginkan.
Akan tetapi juga lumrah, perpaduan berbagai keinginan, ketika sudah dilalui dengan kerja keras, hasilnya ternyata berbeda. Tidak semua tentara menginginkan anaknya menjadi tentara –walau si anak bisa jadi memiliki keinginan besar menjadi tentara. Seorang pegawai negeri, tidak jarang memikirkan keberhasilan anaknya di jalur usaha mandiri: sebagai pengusaha. Bahkan yang lebih nyata, tidak semua anak ulama, lantas memiliki cita-cita sebagaimana orang tuanya. Tidak jarang ada anak ulama yang dari segi ilmu bahkan lebih kurang dari anak orang biasa.
Antara cita-cita dan usaha, dengan demikian, memiliki ruang keberhasilan dan kegagalan. Tidak semua yang dicita-citakan akan berhasil tercapai. Kegagalan memperoleh cita-cita dengan melalui usaha dan kerja keras, mencerminkan dari generasi sehat yang sesungguhnya. Generasi yang tidak berpangku tangan dan senantiasa sadar bahwa kewajiban manusia adalah usaha dan kerja keras, untuk hasilnya tergantung dari bagaimana Pencipta memenuhinya. Tidak semua jalan dipenuhi sesuai dengan apa yang dicita-citakan.
Kesadaran semacam ini yang saya sebut sebagai cita-cita yang sehat. Mengonsepsi kesadaran semacam ini, hanya memungkinkan dari generasi yang sehat. Konsep sehat bermakna seseorang mampu berpikir jernih terhadap diri dan mempersiapkan masa depannya. Generasi yang tidak terjerumus ke dalam urusan yang membuat rusak kehidupan dalam segala lini. Generasi yang berpikir bahwa bersosialisasi dengan sesama adalah jalan untuk mencapai kesuksesan secara bersama-sama.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.