Grup

Saya ingin menceritakan satu kisah di negeri antah berantah. Seputar bagaimana orang-orang berkomunikasi secara berkelompok. Cara semacam ini perlu, paling tidak bisa mengurangi berbagai salah tafsir, salah tangkap, atau salah penyampaian. Dengan mendengar bersama-sama, maksud …

Saya ingin menceritakan satu kisah di negeri antah berantah. Seputar bagaimana orang-orang berkomunikasi secara berkelompok. Cara semacam ini perlu, paling tidak bisa mengurangi berbagai salah tafsir, salah tangkap, atau salah penyampaian. Dengan mendengar bersama-sama, maksud yang ingin ditafsir, ditangkap, atau disampaikan, tidak berlawanan dengan kehendak masing-masing. Tujuan lain dalam kelompok bersama demikian adalah bisa mendengar dan menyampaikan pendapat satu sama lain. Seseorang ketika melempar suatu gagasan, mempertanyakan suatu hal, atau ingin mendapatkan satu jawaban penting, tidak harus menanyakan pada orang satu persatu. Dengan sekali kirim, semua bisa menerima. Lain persoalan jika ada yang tidak mau menjawab atau menanggapi.

Saya ingat ketika dulu sebelum berkembang sedemikian rupa pesan pendek melalui telepon genggam, pesan bisa dikirim lewat internet. Jumlah warung internet hanya sejumlah tempat, tidak seperti sekarang, justru warung internet tidak laku karena tergantikan dengan alat komunikasi individual dan menyediakan berbagai fitur secara lengkap. Internet dengan bayaran yang mahal, dan lambat luar biasa. Untuk mengirim satu pesan singkat, harus menunggu lama. Di tempat penyediaan jaringan internet, antre juga panjang. Melalui internet itulah, diperkenalkan alat yang namanya elektronik mail (pesan elektronik). Pesan semacam ini juga berkembang bersamaan dengan munculnya sejumlah alat komunikasi penyampai pesan demikian, pager hingga kemudian muncul telepon genggam yang hanya menyediakan fitur pengiriman pesan pendek. Orang yang memiliki alamat e-mail itu juga masih bisa dihitung. Karena saya sempat beraktivitas sebagai juru tulis, masih sempat merasakan saat memiliki e-mail tersebut. Ketika mengirim pun, tentu hanya untuk sejumlah penerima yang sangat terbatas.

Berbeda dengan sekarang, berbagai grup pengiriman pesan dan pesan berantai tersedia sedemikian rupa. Grup e-mail bukan lagi sesuatu yang baru. Dengan berbagai alat komunikasi yang ada, fasilitas bertambah berlipat-lipat. Salah satu yang kemudian dikenal adalah WhatsApp. Teknologi WA ini banyak memberi kemudahan kepada pemakainya. Sama seperti cara berkomunikasi dulu, pembuatan grup komunikasi berbasis WA juga banyak ditemui. Bahkan seseorang bisa dimasukkan dalam puluhan bahkan ratusan grup. Ada pengelola yang santun dengan meminta izin pada pemilik nomor WA. Pun tak sedikit yang mencomot begitu saja.

Dalam satu institusi pun, orang di dalamnya bisa memiliki banyak grup WA. Tujuannya berbagai macam. Untuk hal yang sifatnya resmi, antara lain untuk menerima informasi resmi, ada yang untuk kepentingan arisan, bahkan ada grup yang hanya untuk menghilangkan kepenatan. Tidak bisa dibayangkan ketika berbagai tujuan tersebut menyatu dalam sebuah grup WA saja. Di sana ditumpahkan berbagai hal. Adakalanya pada saat genting, kita bahkan tidak bisa membedakan lagi mana informasi penting dan mana informasi main-main.

Karena banyak orang di dalamnya merasa sudah tidak wajar pola yang demikian, lalu diusulkan satu grup yang baru. Grup ini, sudah ditekadkan dari awal hanya tempat informasi sepihak, dari pengirim saja. Tidak ada repro dan semacamnya. Tidak ada pula copy and paste. Ada di antaranya yang mengusulkan perlu diatur semacam etika atau panduan, supaya lalu lintas informasi tidak berlangsung semakin liar. Kenyataannya, di negeri antah berantah itu tidak bisa diatur. Admin bahkan tidak bisa melakukan langkah tegas selain mengeluarkan. Padahal langkah tegas ini hanya pilihan terakhir. Akan tetapi begitulah negeri antah berantah. Ketika melihat dunia nyata, mungkin banyak kita merasakan pengalaman semacam di negeri antah berantah itu.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment