Hidup

Berangkat dari pemahaman bahwa hidup adalah proses belajar, maka yang harus dilakukan manusia adalah mengoptimalkan proses tersebut dalam rangka mencapai tujuan hidup kita sebagai manusia. Optimalisasi proses, tentu dicapai dengan usaha dan doa yang maksimal. …

Berangkat dari pemahaman bahwa hidup adalah proses belajar, maka yang harus dilakukan manusia adalah mengoptimalkan proses tersebut dalam rangka mencapai tujuan hidup kita sebagai manusia. Optimalisasi proses, tentu dicapai dengan usaha dan doa yang maksimal. Tidak mungkin meninggalkan dua-duanya. Orang yang berusaha tanpa berdoa membuat yang bersangkutan sombong. Sebaliknya, doa tanpa berusaha, juga naif.

Tidak semua manusia mengoptimalkan proses hidup dalam kehidupannya. Sebagian kita hanya berharap hasil yang baik dan super, tetapi tidak melakukan apa-apa. Sesungguhnya yang penting proses, karena hasil biasanya juga akan mengikuti proses.

Dalam hal penggunaan waktu, demikian juga. Penggunaan waktu, termasuk salah satu hal yang akan kita pertanggungjawabkan sebagai manusia. Sama seperti pendapatan, sebuah pertanggungjawaban itu selalu berisi pertanyaan dari mana, bagaimana, dan kemana.

Pertanyaan penting tentang waktu adalah sebanyak apa waktu yang sudah kita habiskan. Pertanyaan ini pada dasarnya juga masalah bagi semua orang. Waktu orang yang satu dengan orang yang lain, dasarnya sama.

Dalam sehari semalam selalu berdurasi 24 jam, atau 1.440 menit atau 86.400 detik. Ada sebagian orang yang mengeluh mengapa ada yang bisa menggunakan waktu yang sama tersebut untuk menyelesaikan banyak kegiatan, sedangkan yang lain ada yang tidak. Tidak sedikit orang yang mengeluh tidak cukup waktu dalam hidupnya, sementara apa yang telah diselesaikan juga tidak melebihi dari yang diselesaikan oleh orang lain.

Pada tingkat operasional, pertanyaan bagaimana waktu akan dihabiskan, juga ada perbedaan. Ada orang yang sengaja membunuh waktu. Dalam sehari semalam itu, ada yang tidak tahu mengerjakan apa saja dalam hidupnya. Makanya kemudian dicari berbagai cara agar dengan mudah terlewati begitu saja. Bahkan, sebagian orang yang menggunakan jurus mabuk, untuk membuat perjalanan waktu tiada terasa. Ironisnya, ketika menggunakan rumus itu, ada yang lewat begitu saja, dan ada yang tersadar kembali. Semuanya juga akan tercatat dan suatu waktu, kita akan mempertanggungjawabkannya masing-masing.

Pertanyaan paling krusial adalah mengenai kemana sesungguhnya semua waktu yang ada kita habiskan. Dalam karya-karya inspirasi, ada banyak temuan mengenai berbagai orang yang merasa hidupnya seperti mimpi. Hidup dengan berbagai suka-dukanya, tiba-tiba sudah sampai pada tanda-tanda dekat ujung kehidupan. Tanda fisik yang paling tampak dari dekatnya ujung kehidupan adalah kulit yang keriput, tenaga sudah berkurang, mata sudah tidak terang, dan rambut sudah berubah warna. Pada tingkat ini, banyak orang baru menyadari sudah sekian lama ia menjalani hidupnya. Parahnya adalah ketika menyadari perjalanan kehidupan sudah pada titik tertentu, seseorang merasa belum mempersiapkan apa-apa untuk hidupnya nanti.

Ada dua hal yang selalu dan seyogianya dipersiapkan orang. Mempersiapkan kehidupan dunia agar memudahkan kehidupan setelah dunia. Kualitas kehidupan dunia perlu untuk membantu derajat kehidupan nanti setelah di dunia. Pada dasarnya dua-dua saling berkaitan, sehingga Rasul mengingatkan kita untuk mempersiapkan kehidupan dunia seperti hidup selamanya, dan mempersiapkan kehidupan nanti melalui ibadah seolah-olah kita akan meninggalkan dunia ini besok hari.

Padahal waktu itu tidak mungkin diputar ke belakang. Tidak mungkin, misalnya ada orang, meminta sedikit saja mengulang waktu untuk memperbaiki hidupnya. Satu-satunya hal yang memungkinkan dilakukan adalah memperbaiki kualitas kehidupan masa depan. Seorang mungkar harus meninggalkannya segera. Mereka yang ma’ruf, tidak boleh berhenti untuk terus mencapai kehidupan yang lebih baik. Jangan sampai ketika kita terjaga dan tidak lagi di dunia, lantas meminta waktu sebentar untuk kembali agar bisa meluruskannya. Ingat, waktu berjalan ke depan.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment