Kepentingan

Saat masih kuliah dulu, orang bijak mengingatkan saya hal yang penting. Katanya, saat menjadi mahasiswa adalah waktu yang tepat untuk berbuat lebih banyak. Mengapa? Menurutnya, saat pada posisi demikian, mereka belum memiliki banyak kepentingan. Apakah …

Saat masih kuliah dulu, orang bijak mengingatkan saya hal yang penting. Katanya, saat menjadi mahasiswa adalah waktu yang tepat untuk berbuat lebih banyak. Mengapa? Menurutnya, saat pada posisi demikian, mereka belum memiliki banyak kepentingan.

Apakah semua seperti itu? Ia saya lihat ragu. Akan tetapi saya membenarkan masalah kepentingan. Orang yang semakin besar, kepentingan semakin banyak. Kepentingan ini yang menyebabkan orang melakukan hal-hal yang berlawanan dengan hati nuraninya.

Kepentingan ini yang membuat orang bisa berbeda-beda. Alasan mau berjuang, padahal hanya ingin jalan-jalan. orang yang ingin mendapat banyak tempat, dengan menjadikan seolah-olah sebagai orang yang sedang berjuang untuk orang banyak. Begitulah.

Saya pernah mengikuti dua diskusi sederhana, namun isinya sangat penting. Diskusi ini, sebenarnya kami bangun dari diri sendiri. Ada sejumlah mahasiswa, baik sarjana maupun pascasarjana, lalu setiap minggu duduk untuk membicarakan sesuatu. Biasanya yang dibicarakan adalah rencana atau hasil riset yang telah dilakukan. Diskusi dilakukan dengan harapan tidak saja bisa membantu yang bersangkutan untuk menuntaskan penulisannya secara utuh, melainkan juga menyebarkan berbagai masalah yang ditemui di lapangan. Dari dua kali diskusi, mereka yang memaparkan merasa ada sesuatu yang diterima, sebagai masukan yang diberikan oleh mereka yang ikut diskusi.

Peserta ini juga sangat beragam, dari berbagai daerah. Maka persoalan yang diangkat dalam riset mereka juga sangat bervariasi. Beberapa kasus yang diangkat tentang tambang. Dari kasus yang diangkat, ada mahasiswa yang merasa terikat batin dengan narasumber. Awalnya niatnya hanya untuk meneliti, tiba-tiba karena merasa harus berbuat sesuatu untuk membantu masyarakat kecil, akhirnya ada yang ikut berbagai advokasi. Tidak jarang, ada yang bahkan hampir lupa tentang tugas utama menyelesaikan riset untuk kepentingan menuntaskan pendidikan sebagaimana amanat orang tua. Memang seharusnya demikian. Menjadi mahasiswa tidak semata untuk kepentingan dirinya. Apabila memiliki kemampuan, misalnya dalam hal advokasi, harus menggerakkan nuraninya untuk membantu masyarakat kecil yang umumnya tidak memiliki cukup pengetahuan untuk itu.

Alasan inilah yang membuat mereka semakin asyik berada di lapangan. Ketika pada taraf ini, nurani biasanya sudah berontak, bahwa ketika sudah mengetahui tentang apa yang sudah terjadi, lalu tidakkah kita akan turut membantu mereka yang sedang berjuang menggapai lingkungan yang sehat. Kenyataannya tambang tidak bisa dilepaskan dari kerusakan lingkungan. Berbagai izin yang diberikan jarang memperhitungkan secara utuh efek yang akan timbul. Kepentingan pemasukan yang tidak seberapa, kerap membuat pengambil kebijakan melupakan derita yang akan dialami oleh banyak orang. Padahal jumlah pemasukan tersebut apabila dihitung-hitung, malah tidak sebanding dengan kerugian dari derita yang dirasakan oleh orang banyak.

Dalam konteks ini, masalah menjadi liar. Mereka yang terlibat dalam advokasi lingkungan, merasakan bahwa alasan kesejahteraan sering hanya menjadi kedok. Ada kepentingan lain yang lebih tidak manusiawi, yakni mendapatkan sejumlah keuntungan materi bagi diri dan kelompoknya. Hal ini diukur, setidaknya melalui kenyataan bahwa banyak daerah yang kaya hasil tambang, ternyata masyarakatnya menderita, angka kemiskinan biasanya tinggi, dan yang lebih penting, kondisi lingkungan mengalami kerusakan di luar ambang batas.

Untuk alasan inilah pentingnya masyarakat kecil selalu dibela oleh keserakahan oknum pengambil kebijakan atas nama kesejahteraan. Mereka harus ingat bahwa tidak menjalankan amanat sebagaimana mestinya akan berhadapan dengan mahkamah yang sangat hebat dan mereka tidak bisa berkelit di hadapannya. Orang-orang yang sukses memberi izin untuk kerusakan lingkungan, hari ini boleh berleha-leha, namun tunggu waktunya ketika tidak bisa mengelak dari keharusan mempertanggungjawabkan.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment