Salah satu ciri terpenting dan ideal dari masyarakat Muslim adalah tidak nafsi-nafsi. Saat seseorang menempuh hidup, harus selalu didasari oleh saling menjaga sesama saudara. Tidak membiarkan saudaranya menempuh jalan buruk dalam kehidupan ini. Saat ada saudaranya yang melenceng dari garis lurus, harus ada yang mengingatkan. Itulah tali kasih sayang. Bukan malah membiarkannya terus bergelimang dalam kehidupan buruk.
Dalam berbagai aspek kehidupan, sesama saudara harus saling membantu. Bahkan dalam kehidupan di dunia, kesalehan individu selalu diingatkan beriringan dengan yang namanya kesalehan sosial. Posisi kesalehan sosial inilah seseorang akan bermandi keringat dalam menghadapi kehidupan nyata. Kehidupan yang demikian, dibayangkan bukan kondisi yang bertabur bunga dan wangi. Tidak jarang, kehidupan yang dihadapi bertabur duri dan pahit, yang untuk melewatinya harus dengan saling membantu satu sama lain.
Ada satu perintah Pencipta yang menggambarkan kehidupan bersama yang saling melindungi itu sangat penting. Dalam sebuah keluarga, ketika ada yang berjalan tidak benar, tidak lurus, atau keliru, harus ada yang mengingatkan. Ketika ada yang sedang di tepi jurang, kiranya ada saudaranya yang berteriak agar kembali ke jalan yang benar. Untuk kondisi yang sudah benar-benar di tepi jurang, tidak cukup lagi hanya dengan berbisik atau mengingatkan. Orang yang sudah di tepi jurang, harus benar-benar disadarkan, sebelum yang bersangkutan benar-benar jatuh ke dalamnya.
Perintah ini prinsipnya sama dengan tanggung jawab. Tak saja pada orang tua, tanggung jawab ini ada pada semua kita. Sesuai dengan posisi masing-masing. Dalam al-Quran Surat At-Tahriim ayat 6, perintah untuk memelihara diri dan keluarga dari api neraka diberikan kepada semua orang beriman. Dalam ayat ini ditegaskan, bahwa bahan bakar api neraka itu adalah manusia dan batu, yang penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Dengan tegas disebut, bahwa malaikat yang kasar dan tegas tersebut tidak mungkin mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan kepada mereka. Mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Perintah dan tanggung jawab ini, dengan tegas, untuk memberikan gambaran kepada kita bahwa tidak ada nego di sana. Jangan harap malaikat bisa disuap, sebagaimana manusia bisa menyuap sesama dirinya. Kepatuhan malaikat pada Allah tidak mungkin –sekali lagi tidak mungkin—terpatahkan hanya gara-gara godaan manusia. Lagi pula, tidak bisa berbuat lebih ketika manusia berada dalam kondisi demikian.
Hanya sekarang peluang kita untuk memelihara diri dan keluarganya. Tidak ada jaminan bahwa satu detik ke depan kita masih bernafas. Ketika waktunya sudah tiba, maka kita akan mempertanggungjawabkan semuanya. Orang-orang yang tidak memelihara diri dan keluarga, akan mendapatkan ganjaran sebagaimana yang diancam.
Banyak orang bermain-main dengan ancaman ini, dan mengira bahwa hidup tak berbatas waktu. Malah ketika berada dalam suasana bahagia dunia, kita sering lupa bahwa dunia ini hanya terminal tempat kita singgah, untuk kemudian mempersiapkan perjalanan selanjutnya yang berharap lebih baik.
Orang-orang yang tidak berharap hidup lebih lebih setelah kehidupan dunia, pada dasarnya adalah orang yang tidak melindungi diri dan keluarganya. Melindungi dalam konsep tidak bukanlah memberikan sesuatu yang diinginkan atau melindungi dari bahaya fisik duniawi saja. Melindungi adalah menyelamatkan supaya terhindar dari mara bahaya yang akan dihadapi setelah manusia melewati mati nanti.
Seseorang atau sekelompok orang yang akan merasakan hasil baik adalah mereka yang sadar bahwa memelihara dari bahaya yang diancam ketika meninggalkan dunia. Mereka adalah orang yang akan sadar untuk mempersiapkan diri untuk menggapai hidup yang lebih baik ketika masanya kelak.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.