Logika

Demi sebuah status, tidak jarang, orang melakukan hal-hal yang bukan saja tidak wajar, melainkan menghancurkan rasa kemanusiaan. Hal-hal yang di luar nalar bisa berlangsung, yang itu hanya untuk memenuhi hasrat mengisi status, yang kepentingannya setengah …

Demi sebuah status, tidak jarang, orang melakukan hal-hal yang bukan saja tidak wajar, melainkan menghancurkan rasa kemanusiaan. Hal-hal yang di luar nalar bisa berlangsung, yang itu hanya untuk memenuhi hasrat mengisi status, yang kepentingannya setengah bercanda.

Untuk mengisi status, hal lain yang banyak diharapkan adalah mendapatkan decak kagum. Wujud itu disalurkan melalui adanya klik like dari mereka yang melihat. Hanya untuk sebatas itu, orang rela, bahkan menghabiskan dana yang tidak sedikit.

Status yang ingin dipasang diperkirakan akan mendatangkan sesuatu yang berbeda. Bahkan dengan melakukan hal-hal yang di luar nalar. Sudah banyak orang terkena kasus, dianggap tidak beretika, bahkan melukai perasaaan. Namun sepanjang waktu, kejadian demikian, dengan wujud yang ragam, selalu terulang.

Seandainya ada waktu luang kita menonton berbagai acara yang berkaitan dengan dunia binatang, hal-hal yang luar biasa terlihat. Salah satunya adalah binatang yang berjuang habis-habisan untuk mempertahankan anaknya dari predator. Ketika pemangsa datang ke kumpulan mereka, ada perlawanan –walau hanya sebatas kemampuannya.

Binatang memperlihatkan kemauan untuk melindungi –tidak hanya anaknya saja, melainkan juga bangsanya. Seekor rusa akan melawan sebisanya dari mulut harimau atau mulut buaya. Demikian juga dengan kuda, kancil, atau binatang pemakan rumput lainnya.

Dalam dunia manusia, perilaku sebaliknya kadangkala terlihat. Ketika saya melihat sebuah foto terasa begitu mengerikan. Saat membuka e-mail untuk mengirim pesan, saya tidak sengaja melihat sebuah foto yang diunggah seorang tua dalam memperlakukan anaknya. Seorang anak kecil diikat di lehernya dan diberi makan. Maaf: persis seperti diberi makan seekor binatang peliharaan.

Menurut berita, orang tuanya melakukan itu dalam posisi bercanda, dengan memuat foto itu di statusnya. Tidak bisa dibayangkan, seorang tua bercanda, dalam arti mencari kesenangan dengan memperlakukan anaknya begitu luar biasa biadabnya? Orang tua memperlakukan anaknya seperti binatang. Seperti binatang peliharaan, dalam hal apa saja, dari memberi makanan, sampai bagaimana ia bersosialisasi dalam makan, diperlakukan seperti itu. Hal-hal itu dilakukan, diakui oleh orang tuanya sebagai bahan candaan saja. Bahan tertawaan. Betapa mengerikan.

Itu tidak terjadi di daerah kita. Kasus itu terjadi di daerah orang. Namun perilaku yang serupa itu, dengan menghewankan anak, dapat terjadi di mana-mana. Termasuk daerah kita. Anak dipukul kadangkala melebihi dari memukul binatang. Anak yang melakukan kesalahan kecil harus menerima hukuman yang tidak sebanding dengan apa yang dilakukan. Orang tua yang melahirkan dan membesarkan tega melakukan hal-hal yang di luar akal sehat.

Kondisi ini yang terjadi. Ada suatu fenomena terbalik terjadi di kalangan terbatas. Manusia diajarkan perilaku yang melebihi kebinatangan. Binatang buas sekali pun tidak memperlakukan anaknya sebagaimana kita pikirkan. Binatang sekali pun memperlakukan anaknya dengan penuh kasih sayang. Anehnya, ada binatang yang dimiliki oleh orang-orang buas justru diajarkan rasa kemanusiaan. Perilaku manusiawi dididik dan diberikan pada kehidupan mereka. Namun untuk anak-anak manusia diajarkan sebaliknya. Ada yang mengajarkan perilaku yang hewan sekali pun sudah tidak mempraktekkannya. Manusia lebih buruk dari hewan, dalam memperlakukan anaknya.

Ada banyak pertanyaan mengenai bagaimana mampu manusia melakukan hal-hal yang demikian. Apa yang menyebabkan manusia bisa beringas melebihi dari binatang buas.

Belum lagi anak terhadap orang tua. anak yang memperlakukan orang tuanya secara semena-mena. Orang tua ditinggalkan begitu saja. Gara-gara ketidakmampuan menyediakan kebutuhan tertentu bagi anak, lantas anak tega membunuh orang tuanya.

Orang-orang harus saling memberikan kasih sayang kepada sesamanya. Tidak sebatas orang tua dan keluarganya. Bukankah saat itu tidak mampu dilakukan, kita seperti sudah tidak mampu menjadi manusia?

Leave a Comment