Dunia kini tak hanya digantungkan pada kekuatan militer semata. Negara-negara maju yang memiliki berbagai senjata yang menakutkan negara-negara yang tidak maju. Mereka terus-menerus memperbaiki kualitas dan kuantitas senjata, pada saat yang sama mengajak secara halus negara-negara tidak maju untuk menjadi kekuatan sekutu. Pada saat yang sama, ada tak tik lain yang juga dilakukan. Menggunakan berbagai jalur media dalam rangka menghancurkan kekuatan mental musuh. Era ini, ketika revolusi teknologi informasi dan komunikasi tampak radikal, berbagai pesan yang menakutkan dapat berlangsung melalui berbagai jalur media. Pada saat yang demikian, banyak bangsa yang sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka hanya menunggu implikasi apa yang akan didapat dari pesan yang diayun dan berombang-ambing bangsanya.
Inilah pesan untuk masa depan, peran perang lain juga tidak mungkin dapat diabaikan. Perang yang tidak betul-betul melalui adanya serangkaian serangan fisik, melainkan dilakukan dengan menekan suasana batin yang sangat menakutkan bagi pihak lawan. Tekanan ini mirip cerita hantu yang dibuat sebagian orang tua untuk anaknya. Memberi rasa ketakutan pada hal yang mungkin saja tidak terjadi. Maka tekanan psikologis sebelum bertanding dan menyaksikan secara riil, orang sudah merasakan berbagai ketakutan terlebih dahulu dan merasa pada posisi yang inferior.
Pernahkah Anda melihat di televisi atau mendengar di radio, satu atau dua hari sebelum bertanding, para petinju yang akan bertarung saling memperlihatkan kesangarannya? Mereka menimbang badan. Lalu mencoba memperlihatkan otot kepada mereka yang hadir –terutama dari kalangan media. Setelah itu, mata saling melotot dan tidak berkedip sedikit pun. Aura mereka tidak boleh kalah dalam suasana demikian, karena dianggap akan berimplikasi kepada semangat bertanding ketika tiba dalam ring. Satu lagi, ketika kedua petinju sama-sama sesumbar. Mereka masing-masing mengklaim akan menjatuhkan lawan dalam beberapa detik saja. Mereka sering saling meremehkan pada waktu itu. Tak pelak, mereka yang tidak memiliki kemantapan mental, akan merasa kalah sebelum bertanding.
Kondisi demikian juga terjadi dalam sejumlah olahraga, termasuk yang sangat fenomenal, sepak bola. Mereka memperlihatkan statistik, terutama untuk lawan baru yang belum pernah menang. Bagi mereka, sebelum bertanding, tim-tim yang tidak pernah menang itu tak bakal akan menang. Pada saat demikian, sebuah tim sedang diuji lahir dan batin. Pelatih memiliki kewenangan khusus untuk menentukan bagaimana timnya menghadapi suasana yang demikian. Pelatih yang sudah memperkirakan hal demikian, akan dibatasi pemainnya membaca koran, melihat televisi, atau berkomunikasi ke luar lapangan. Bagi mereka hanya perlu melakukan latihan dan tidak ada urusan dengan berbagai sebaran di luar sana.
Pelatih sangat memahami banyak hal menakutkan di luar sana. Suasana yang kapan saja bisa memberi tekanan yang menghujam. Justru ketika pemain terjebak dalam serangkaian tekanan tersebut, maka akan berimplikasi kepada psikologis mereka. Down. Tekanan sebagai bagian dari perang urat saraf, dampaknya sangat dahsyat. Namanya psy war, yang memberi implikasi kepada ketakutan bagi warga bangsa.
Psy war merupakan singkatan dari psycological warfare, dimaksudkan sebagai perang psikologis atau perang urat saraf. Tujuannya adalah untuk propaganda. Perang ini dilakukan dengan sangat berencana. Sebuah perang yang secara halus tidak hanya ingin mengubah pandangan kaum musuh, melainkan juga ingin mengubah pendapat mereka yang sebenarnya tidak berpihak. Orang-orang yang awalnya hanya melihat para pihak yang saling bermusuhan, akhirnya terjebak untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan oleh penebar psy war.
Dengan demikian, dampak dari perang maya ini juga dahsyat. Menggunakan perangkat lunak untuk menghancurkan peradaban manusia. Bangsa tertentu yang memiliki kemampuan lebih mapan, bisa mendikte atau bahkan menghancurkan bangsa lainnya, dengan cara-cara yang sangat halus. Banyak kekuasaan yang digulingkan oleh bangsa lain, namun dengan menggunakan tangan-tangan anak bangsanya. Ragam perlawanan dilakukan yang pada dasarnya mewakili tangan-tangan bangsa lain oleh bangsa sendiri.
Ruang ini begitu mengaduk-aduk perasaan dan emosi manusia. Diadu domba dalam sekejap –politik yang pernah dimainkan oleh mereka yang ingin menguasai manusia seutuhnya. Orang tidak memahami yang mana kawan dan lawan. Bahkan sesama bangsa bisa saling menghancurkan dengan psy war ini.