Orang mau berperilaku tidak benar, tidak lurus, dan tidak mau apa adanya, adalah soal mental. Barangkali ada masalah dengan mental kita yang sedang sakit. Orang-orang yang berjiwa demikian, tidak akan mendapat hukuman sosial apa-apa karena mereka juga memiliki kontribusi sosial untuk waktu-waktu tertentu.
Mengapa orang mau menerima yang bukan haknya? Mengapa orang tega mengambil jatah orang lain, padahal kebutuhan hidupnya sudah lumayan mencukupi? Pertanyaan semacam ini, tidak bisa dijawab melalui apa yang terlihat saja, melainkan harus dengan melihat proses pemahaman dan pemaknaan. Dua posisi ini (pemahaman dan pemaknaan) seharusnya strategis dilakukan orang pandai. Namun ironisnya sebagian orang pandai menjadi bagian dari fenomena penyakit sosial yang harus diselesaikan.
Mengapa orang begitu tega mengakui sebagai orang miskin demi mendapatkan sejumlah bantuan, padahal realitasnya tidak miskin? Di satu sisi bisa jadi soal kesempatan. Di sisi lain, ada masalah mental yang rusak, ada orientasi peradaban yang tidak jalan, ada realitas kebersamaan sosial yang sedang oleng.
Orang-orang kecil bisa saja punya pendapat sendiri. Saya pernah mendengar ungkapan miris: “Pak, kapan lagi kami bisa ambil dari program-program begini, biar pun tidak benar, itu orang-orang atas main tipu kok bisa?”
Orang-orang kecil juga memahami apa yang dilakukan orang besar. Jangan mengira orang kecil tidak sedang mengamati bagaimana perilaku orang-orang besar. Momentum tertentu dijadikan alasan bagi sebagian mereka untuk melakukan hal yang sama: tidak jujur.
Kondisi kehidupan sosial yang sedang tidak baik-baik saja, sepertinya sudah mengharuskan kita untuk melihat masalah secara utuh dan radikal. Kerusakan sosial di berbagai lini, tidak bisa lagi dibiarkan terus berlarut karena akan menghancurkan kita semua. Harus ada orang-orang besar yang mau menjadi contoh yang baik, teladan yang bagus.
Cara paling strategis untuk mengantisipasi kerusakan sosial itu adalah orientasi hidup bersih. Orang tahu bahwa hidup bersih itu tuntutan, namun godaan tidak bisa dihindari saat melihat orang lain melakukan sebaliknya. Kita tidak saja butuh yang orang tahu hidup bersih, tapi juga yang bisa memberikan contoh yang baik. orientasi hidup bersih, pada tataran paling minimal adalah tidak mengambil dan menerima yang bukan hak kita.
Mungkinkah kita mulai dari yang kecil-kecil bagi proses penyelesaian masalah yang sudah akut? Jika masih berpikir mumpung, masalah tidak akan selesai. Butuh contoh yang baik sebagai suri teladan. Banyak orang yang tahu ketidakjujuran, namun tidak mampu menghindarinya. Sama seperti orang yang tahu hukum korupsi, tapi tidak berdaya untuk menolaknya, bahkan dengan kadar-kadar yang kecil seperti uang minum, amplop gelap, dan sebagainya.
Jelas ada masalah dalam ruang sosial kita. Menyelesaikan masalah itu tidak mungkin dengan cet langet. Rasa saling percaya adalah jalan masuk untuk menyelesaikan masalah besar ini. Mentalitas yang rusak harus diperbaiki dengan menggulung lengan baju, bukan berdebat angka kemiskinan dalam ruang ber-AC. Jangan tambah kemiskinan dengan program yang berasal dari rasa tidak saling percaya. Semua pihak harus membuka diri dan bergandeng tangan. Ingatlah mental tidak mau jujur dan hidup apa adanya, mengambil dan menerima yang bukan hak kita, bisa jadi terbangun karena dalam kehidupan sosial kita yang sudah tidak ada lagi yang bisa dipercaya.