Saya merasakan bahwa apapun yang ingin kita lakukan, sesuatu yang baik dan tidak bertentangan dengan agama, haruslah dilakukan terlebih dahulu. Kita seyogianya tidak memulai pekerjaan apapun dengan pesimir, serba ketidakmungkinan, atau perasaan inferior lainnya. organisasi himpunan mahasiswa Islam memiliki motto, yakin usaha usaha sampai.
Belajar dari motto demikian, maka apapun selalu berpotensi untuk dicapai. Sekali lagi, yang saya maksud adalah aktivitas yang tidak berseberangan dengan makruf. Saya tidak menulis ini untuk mencapai sesuatu yang mungkar. Apalagi dalam kehidupan kekinian, terkesan seolah-olah perlombaan untuk mencapai karir yang bergaris mungkar dilalui dengan perjuangan berat. Sedangkan perjuangan makruf padahal dengan jalan biasa-biasa saja, sering ditinggalkan begitu saja.
Jalan yang sesungguhnya tidak berat inilah, harus kita mulai dengan rasa optimisme. Semua yang memungkinkan dicapai, harus dimulai dengan segera. Tidak mengumbar pula kata-kata terlambat dan berat, sebelum kita benar-benar memulainya.
Saya ingin berbagi kisah. Seorang Imam dan Khatib Masjid Nabawi, Abdul Muhsin, memiliki kisah menarik yang dinukilkan dalam bukunya, Orang Sibuk Pun Bisa Hafal al-Quran. Ia bercerita tentang seorang dokter bernama Abdullah Al-Mulhim, yang sudah pesimis untuk bisa menghafal al-Quran. Dengan kesibukannya sebagai dokter, yang mungkin menghabiskan banyak waktu di tempat praktik, membuatnya tidak bisa meneruskan menghafal al-Quran. Sebenarnya sejak kecil, ia sudah menguasai lima juz terakhir (juz 26 hingga 30). Namun dengan menjadi seorang dokter, ia merasa semua itu sudah tidak bisa dilanjutkan.
Akan tetapi tahukah, ia mendapat kesempatan yang luar biasa? Suatu waktu, ia harus berangkat ke Amerika, dan ketika suatu waktu shalat jamaah ia menunaikannya di satu masjid, ia menikmati bacaan sang imam. Setelah shalat, ia segera bertemu dengan sang imam –dan mungkin tentu mengungkapkan kekagumannya, hingga akhirnya berujung pada pernyataan sang dokter bahwa ia sudah tidak bisa melanjutkan menghafal al-Quran. Pertanyaan sang imam membuatnya tiba-tiba berubah. Ia menanyakan, “Apa yang membuat sang doktoer tidak bisa menghafal al-Quran.” Pertanyaan ini, tentu saja dijawab oleh sang dokter bahwa ia sangat sibuk. Lalu sang imam memperkenalkan diri. Ia bernama Raghib As-Sirjani, ternyata adalah seorang dokter spesialis bedah. Ia sudah menghafal 30 juz.
Abdullah Al-Mulhim, barangkali hanya salah satu yang mengalami semangat luar biasa untuk melakukan sesuatu –dalam hal ini menghafal al-Quran. Dan momentum itu, ia dapat ketika berkunjung ke negara lain dan mendengar suara imam ketika menunaikan shalat jamaah. Melalui bacaan sang imam, membuatnya ingin bertemu dan mengungkapkan permasalahannya. Dan tak disangka-sangka, sang yang mendengar keluhan, menanggapi dengan memberi semangat yang berlipat, dengan bertanya, “Apa yang menghalangi Anda untuk menghafal al-Quran?”
Pengalaman semacam ini bisa dirasakan oleh siapa saja. Tiba-tiba mendapat satu momentum, yang ketika mendalami momentum itu, menyebabkan yang bersangkutan bertambah semangat untuk melakukan sesuatu yang diimpikan. Sesuatu yang impian, lalu melahirkan tekad, mengaplikasikan dengan usaha dan kerja keras, maka hasil maksimal bukan mustahil akan dicapai. Justru kegagalan banyak menghinggap orang yang hanya mengeluh dan mengaku tidak mampu berbuat apa-apa. Seolah-olah dengan mengeluh, kehidupannya akan berjalan normal dan selesai. Padahal tidak. Seseorang yang makin mengeluh, pada dasarnya sedang menambah kekuatan mundur yang membuat titik yang ingin dicapai kian menjauh.
Berhentilah banyak mengeluh. Marilah menanamkan impian, berkuat tekad, lalu berusaha keras, untuk mencapai hasil maksimal. Berhenti pula memberi alasan tidak cukup waktu, karena waktu yang tersedia tidak berbeda antara mereka yang sudah berhasil mencapai segalanya dengan kita yang masih belum memperoleh apa-apa. Dengan waktu yang ada, memungkinkan kita melakukan banyak hal. Percayalah.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.