Saya membayangkan bahwa orang-orang yang menyumbang sesuatu untuk kepentingan sesuatu, memungkinkan dilakukan karena ada kesempatan. Banyak orang yang hidupnya berlebih, namun kesempatan yang kurang, membuat mereka tidak bisa melihat realitas kanan-kiri.
Saya menyebut kepentingan, karena masing-masing yang menyumbang selalu berkepentingan terhadap sesuatu. Ada yang hanya ingin mendapatkan hasil di akhirat kelak. Akan tetapi tidak sedikit, yang menginginkan mendapatkan hasilnya di dunia. Orang menyumbang sesuatu untuk kepentingan umum, seraya berharap akan bertambah suara saat pemilihan legislatif. Begitulah salah satu contohnya.
Ada orang yang hanya ingin sebatas dikenang baik oleh orang lain. Tidak sedikit mereka yang berharap pujian bahkan sebutan sebagai seorang yang dermawan. Maka marilah kita belajar pada orang-orang yang turun ke kampung-kampung untuk membantu orang banyak, namun mereka tidak ingin namanya dicatat dimana-mana.
Mereka yang berbuat secara ikhlas, bukan karena kekurangan uang. Orang yang dermawan bisa datang dari golongan berada, seperti halnya Abubakar, sahabat Rasul, yang menyumbang apapun untuk kepentingan agama. Saya yakin, semangat semacam ini, walau dengan kualitas dan kuantitas yang berbeda, selalu ada di sekeliling kita.
Pengalaman ini yang pernah saya saksikan. Suatu magrib, saya shalat di sebuah masjid pinggir jalan. Begitu shalat selesai, takmir masjid mengumumkan satu hal yang membuat saya merinding. Tentang seseorang yang menyumbang, bahkan ketika utang itu sudah dilunaskan, takmir masjid tidak tahu siapa pihak yang memberi utang untuk pengembangan teras masjid.
Ada keluhan dari jamaah, agar teras masjid diperlebar. Tujuannya agar saat hujan, air tidak membasahi tangga masjid. Setelah para takmir bermusyawarah, mereka mengambil kesimpulan untuk melakukan pengembangan sebagaimana disarankan jamaah. Di masjid ini memang unik cara penyampaian saran. Sekecil apapun saran, takmir akan melanjutkan. Saran untuk pengembangan teras, sebelum diambil kesimpulan, justru takmir membuat gambar untuk rencana pengembangan terlebih dahulu. Berdasarkan gambar tersebut, takmir meminta lagi pendapat jamaah. Siapa yang setuju dan tidak setuju dapat menulis sendiri pada papan dinding sebelah luar. Di sana sudah disediakan pulpen dan kertas. Takmir mengambil kesimpulan berdasarkan masukan jamaah tersebut.
Menariknya, di masjid ini memiliki jamaah tetap yang tidak sedikit jumlahnya. Datang subuh atau dhuhur atau ashar, jamaahnya selalu standar. Dengan demikian saran muncul dari jamaah tetap. Di samping itu, ada pula jamaah dari mereka yang berhenti ketika waktu shalat tiba. Karena dekat dengan jalan raya, jamaah ini juga menambah semarak kondisi jamaah.
Nah, ketika sudah diambil kesimpulan bahwa teras masjid mau dikembangkan agar lebih luas, takmir lalu mengumumkan rencana tersebut, dengan dengan rancangan anggaran sebagaimana ditempel di dinding, sekitar Rp160 juta. Biaya yang dibutuhkan tersebut, besarnya tergantung dari siapa yang memandang.
Tidak lama setelah diumumkan, seseorang menelepon takmir. Menurut penelepon ini, pengembangan silakan dilanjutkan, dan ia akan meminjamkan sebesar Rp160 juta itu, seraya meminta nomor rekening masjid. Dan benar, besoknya, uang sejumlah itu sudah masuk ke rekening. Pengembangan pun selesai tepat waktu. Sekira sebulan setelah itu, pengembangan hampir mencapai finis. Takmir mengumumkan sumbangan yang masuk, mencapai Rp120 juta. Tiba-tiba, peminjam menelepon lagi takmir masjid. Ia menyumbang sekira Rp50 juta, sehingga yang perlu dikembalikan hanya Rp110 juta saja. Uang sebesar ini pun segera dikembalikan ke rekening yang sudah ditentukan.
Dalam waktu yang tidak lama, pengembangan ini selesai. Ketika magrib saya shalat di sana, takmir hanya tahu nama penyumbang tersebut melalui nomor rekening dan suara di telepon. Hanya sebatas itu. Apalagi nama rekening bank tidak mungkin mendapatkan identitas lebih, karena pihak bank tidak mengizinkan. Sehingga ketika takmir mengumumkan semua sudah selesai, diumumkan juga kerinduannya pada penyumbang sebarang ingin mengucapkan terima kasih.
Ketika mendengar apa yang diumumkan takmir tersebut, saya menjadi iri. Betapa ada orang yang tidak ingin diketahui identitasnya bisa menyumbang sebesar itu. Jumlah yang menurut saya tidak sedikit jumlahnya. Kondisi di saat banyak penyumbang beberapa puluh ribu saja, ingin menulis besar-besar namanya di papan pengumuman.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.