Sore, dua hari yang lalu, saat mengajar mata kuliah Metode Penelitian Hukum, saya membawa sekitar 35 buku berbahasa Indonesia yang saya punya. Buku-buku yang berkenaan dengan metode penelitian hukum. Saya juga memiliki sejumlah buku berbahasa asing, baik yang berisi tentang substansi riset maupun metode dan desainnya. Sayangnya dari 31 mahasiswa magister, hanya tiga atau empat yang menunjuk sejumlah buku yang saya bawa. Kondisi ini sebenarnya juga bisa diperdalam, apakah seseorang yang mengetahui buku tertentu, sekedar pernah melihat-lihat, atau memahami isi di dalamnya. Di benak saya muncul pertanyaan berat, terutama saat memikirkan bagaimana mereka menyusun metode penelitian saat menulis skripsi di program sarjana.
Kondisi ini idealnya harus menjadi perhatian kaum kampus. Saya bercerita bagaimana administrasi kampus mensyaratkan semua mahasiswa harus selesai, pada waktunya. Tidak boleh tidak selesai. Namun idealnya harus dikuatkan dengan standar kualitas yang memadai. Jika tidak ada perhatian, pada saatnya nanti orang-orang yang kuliah persis seperti menyelesaikan ritual tertentu yang tidak berbekas setelah semuanya tuntas. Kemauan siapa pun yang ada di kampus, untuk membuka buku, seharusnya menjadi modal strategis dalam pengembangan ilmu.
Begitulah ketika buku diperlihatkan. Realitasnya, buku-buku tentang metode penelitian, hingga sekarang sangat beragam. Buku metode idealnya harus menjadi pegangan bagi siapa pun yang akan melaksanakan penelitian. Ia menjadi pemapar konsep yang akan digunakan dalam menyusun metode dan desain penelitiannya. Buku-buku yang saya bawa ini sendiri, ada yang sangat popular, dan juga yang selama ini kurang mendapat perhatian. Sejumlah buku itu saya uji melalui ruang sederhana, google scholar. Di sini, buku-buku akan tampak jumlah sitasinya. Merujuk pada kamus, yang dimaksud dengan sitasi adalah kutipan dari referensi dalam sebuah karya ilmiah ke tulisan yang lain yang diambil dari buku, makalah, jurnal, dan sumber lainnya.
Dengan demikian, antara lain dalam portal google scholar kita bisa mendapatkan buku-buku yang sitasinya tinggi atau rendah. Semua buku metode penelitian, segenap dengan penulis, bisa didapatkan gambaran ini dengan mudah. Siapa pun penulisnya, bisa ditelusuri karya dan sitasi tersebut. Di portal pencarian pun, semua buku bisa dilihat dengan jelas bentuk dan gambaran isinya. Apalagi banyak penulis yang membahas substansinya.
Sayangnya peserta di kelas saya, bahkan tidak tahu buku yang sedang tren dalam metode penelitian –sekali lagi ditandai dengan tingginya sitasi. Mudah-mudahan ini bukan kondisi sesungguhnya. Saya berharap, pengakuan di dalam kelas hanya masalah ketidakberanian saja. Soalnya orang yang mengaku menggunakan buku tertentu, sering akan diminta testimoni terkait isinya. Saya berharap demikian. Jika tidak, saya tidak mampu membayangkan dari mana proses penyusunan karya ilmiah, seseorang akan merujuk sumbernya ketika menggunakan konsep tertentu yang mutlak diperlukan.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.