Satu Beranda Bangsa Ragam Cerita Cinta

Saya tidak ingin mengulang lagi beda antara kritik dan hina. Konsep kritik dan hina sudah pernah saya bahas dalam satu tulisan sebelumnya. Dua hal ini (kritik dan hina), secara konsep maupun yang dipraktikkan, sangat berbeda. …

Saya tidak ingin mengulang lagi beda antara kritik dan hina. Konsep kritik dan hina sudah pernah saya bahas dalam satu tulisan sebelumnya. Dua hal ini (kritik dan hina), secara konsep maupun yang dipraktikkan, sangat berbeda. Merujuk pada realitas politik, keduanya pun bisa dicampuradukkan. Begitu juga dengan hukum, walau dalam ajaran hukum memiliki asas untuk memastikan agar semua hukum tidak boleh sembarangan dioperasionalkan. Selain asas, masih ada kredo, dan semacamnya, untuk menggambarkan betapa hukum itu harus dioperasionalkan dengan baik.

Saya ingin fokus bagaimana dalam ajaran hukum dijaga hingga operasionalisasinya. Mulai dari asas yang memandu bagaimana hukum kongkret harus hadir. Tentu saja, bunyi pasal-pasal dan ayat-ayat, tidak muncul begitu saja. Ia pasti lahir dari proses dan batin suatu bangsa. Maka ketika teks yang hadir dan menjadi dasar untuk digunakan bagi semua keadaan, dapat dipastikan ia harus lahir dari batin bangsa. Jiwa bangsa.

Mengutip tokoh penting Belanda, dalam buku Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Paul Scholten menyebut asas hukum pada prinsipnya merupakan pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum masing-masing yang dirumuskan dalam aturan peraturan perundang-undangan atau putusan-putusan hakim, yang dipandang sebagai penjabarannya. Oleh Scholten, mempertegas bahwa asas hukum (rechtsbeginsel) bukanlah aturan hukum (rechtsregel).

Dalam artikel yang ditulis I. Dewa Gede Atmadja, menyebut asas yang sama dengan prinsip, sebagai kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya. Prinsip merujuk pada dua konsep, yakni: (1) prinsip yang berasal dari Bahasa Latin “principium” yang artinya awal atau asal usul; (2) prinsip yang berasal dari Bahasa Inggris “principal” yang jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia adalah prinsip atau asas.

Mengutip Bellefroid, asas-asas hukum umum adalah kaidah dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak diperasalkan dari aturan-aturan yang lebih umum. Bellefroid –nama lengkapnya Joannes Henricus Paulus Bellefroid—adalah seorang ahli hukum dari Belgia (dalam bahasa Jerman disebut Belgisch). Ia lahir pada tanggal 15 Februari 1869 di Hasselt dan wafat pada tanggal 14 Februari 1959 di Nijmegen. Satu ahli hukum yang konsen untuk konsep-konsep hukum umum. Disebutkan asas-asas hukum itu nilai-nilai yang mengendap dalam hukum positif.

Dengan mengutip Diseth dan Hoglend, asas-asas merupakan tindakan pengamanan terhadap keputusan sewenang-wenang oleh pemerintah (Atmadja, 2018).

Demikian juga dengan kredo. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kredo sebagai (1) pernyataan kepercayaan (keyakinan); (2) dasar tuntutan hidup. Salah satu kredo yang sangat terkenal adalah fiat Justitia et pereat mundus, yang berarti keadilan harus ditegakkan walau dunia harus binasa. Kredo ini, berdasarkan sejarah, diciptakan Raja Hungaria dan Bohemia, Ferdinand I yang hidup pada tahun 1503 hingga 1564.

Kredo lain yang memiliki kemiripan adalah fiat Justitia ruat caelum, yang bermakna hendaklah keadilan ditegakkan walaupun langit akan runtuh. Kredo ini pertama dicupakan oleh Lucius Calpurnius Piso Caesoninus pada 43 Sebelum Masehi. Ia seorang negarawan Romawi era itu. Pernah menjadi anggota Senat Romawi (Ichandri, 2024).

Gambaran di atas, terkait dengan bagaimana hukum itu –walaupun kadang kala dipertukarkan dengan istilah keadilan—untuk menjadi patron. Hukum juga yang mengatur bagaimana seyogianya setiap orang bertanggung jawab terhadap perkembangan bangsanya. Negara melindungi orang-orang yang dengan rasa kritisnya, menjaga agar pengelolaan negara dijalankan dalam batas dan relnya.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment