Account

Apa yang kita lakukan, pada akhirnya akan kita pertanggungjawabkan. Prosesnya berbagai macam. Orang tahu akan melewati itu, namun seperti tidak berdaya saat mempersiapkan segala sesuatu. Saat sampai di titik normal, kebanyakan pun tidak berusaha memperbaiki …

Apa yang kita lakukan, pada akhirnya akan kita pertanggungjawabkan. Prosesnya berbagai macam. Orang tahu akan melewati itu, namun seperti tidak berdaya saat mempersiapkan segala sesuatu. Saat sampai di titik normal, kebanyakan pun tidak berusaha memperbaiki diri.

Istilah sekarang, diperkenalkan dengan kata akuntabilitas (accountability). Istilah ini menunjuk pada kondisi untuk dipertanggungjawabkan. Semua hal yang dapat dimintai pertanggungjawaban. Dalam hukum, hampir semua lini pengaturan terdapat satu asas yang bernama asas akuntabilitas. Terkait dengan pelaksanaan pemerintahan, akuntabilitas itu selalu dikaitkan dengan tiga hal yang sangat penting, yakni akuntabilitas keuangan, prosedural, dan pelayanan. Dalam mengelola keuangan negara, uang masuk dan uang keluar itu harus seimbang dan sudah jelas programnya. Seyogianya tidak ada titipan di tengah jalan, yang di luar program, tiba-tiba sudah ada di pengeluaran. Termasuk bagaimana prosedur seseorang yang berkewajiban tertentu dalam melaksanakan tugasnya. Maka ketika seseorang melakukan hal yang bukan kewenangannya, atau melebihi dari apa yang seharusnya dilaksanakan, itu juga akan bermasalah. Satu hal lain, yang dikenal dengan mal pelayanan –dari mal praktik. Orang karena melayani sesuatu, mendapatkan sesuatu dari sumber yang jelas, bukan dari sumber sampingan, apalagi meminta-minta.

Begitulah akuntabilitas diperkenalkan. Kita memahami benar istilah lain, account, kumpulan catatan. Dalam catatan keuangan, semua terkait dengan pembukuan. Maksudnya apapun yang diterima dan dikeluarkan, bisa dipertanggungjawabkan dengan pembukuan (terutama lalu lintas uang). Tidak ada yang bisa diperselisihkan. Maka ketika ada sedikit ketidakseimbangan antara masuk dan keluar, maka saat itu juga posisi yang bersangkutan dipersalahkan. Makanya orang yang mengerjakan dengan konsep demikian, akan melakukannya dengan hati-hati untuk target yang optimal. Semua yang ingin dijalankan serba sudah terukur. Ketika sesuatu yang terukur itu tidak bisa dilaksanakan dengan baik, maka bersiap-siaplah menerima dugaan sedang tidak akuntabilitas.

Semua yang kita persiapkan sigap dan siap seperti itu, seharusnya juga berlangsung dalam kehidupan kita. Imam Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin pernah menggambarkan kehidupan kita itu persis seperti orang yang sedang berjualan. Tentu ada alasan penting mengapa pedagang itu selalu menjadi contoh –karena profesi ini dianggap paling berpeluang untuk hidup bersih. Apa yang dilakukan oleh seorang yang berdagang –baik yang berdagang di toko maupun pada lapak yang disewa di kaki lima? Mereka selalu menghitung ketika usahanya sudah dibungkus. Ketika pagi mereka berangkat dengan sangat optimis. Sore atau malam hari, mereka selalu berhitung jumlah yang mereka dapat pada hari itu. Jumlah itu lalu dikurangi dengan biaya modal dan operasional, selebihnya itulah yang menjadi pemasukan. Jumlah inipun kemudian dibagi-bagi kepada para pekerja dan pembagian keuntungan.

Orang yang merasakan angka yang untung, seyogianya akan selalu bersyukur. Bukan dengan menghabiskan di lapak judi –atau semacamnya, melainkan dikeluarkan pada hal-hal yang baik. Sebaliknya, orang yang tidak mencapai target, akan cepat sekali berkalkulasi mengenai apa yang terjadi hari itu? Mereka akan mengingat sepanjang hari mengenai sikap apa yang dilakukan sehingga menyebabkan mereka tidak memperoleh keuntungan –bahkan mungkin merasa rugi. Bagi pedagang, sikap inilah yang kemudian akan diperbaiki dalam perjalanan kemudian. Begitulah seharusnya akuntabilitas hidup kita persiapkan dengan sempurna, di mana ketika kita mendapatkan kekurangan dalam melakukan sesuatu yang baik pada hari yang bersangkutan, sore harinya kita langsung melakukan perenungan mengapa hal itu bisa terjadi.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment