Apa Anda pernah merasakan tidak semua teman dapat kita percaya yang diungkapkannya? Atau teman yang akan mendekat begitu ada keperluan tertentu, lalu menghilang begitu saja saat keperluannya selesai? Ada orang yang mampu datang mengira kita tidak tahu apa-apa, lalu menyampaikan persoalannya, kemudian pergi begitu saja.
Barangkali tipe orang yang begini, ia datang kepada orang lain juga melakukan hal yang sama. Menyampaikan masalahnya, meminta belas kasihan, lalu pergi entah kemana. Ada banyak jurus dimainkan. Datang ke sini, ia menjelekkan orang yang di sana, padahal di balik itu, ia berteman akrab. Begitu juga sebaliknya, memungkinkan kita dijelek-jelekkan ke orang lain, seolah ia tidak mengenal secara dekat.
Orang demikian sangat mudah untuk diketahui tabiatnya. Tidak sulit untuk menemukan kebohongannya. Kata-kata yang diucapkan mudah ditebak. Bahkan jika kita kuat ingatan, kata-kata yang diucapkan terbolak-balik akan memperlihatkan sendirinya tipe orang-orang yang demikian.
Tidak aneh orang begini suka sekali berbohong. Menyampaikan kebohongan kepada kita, seolah-olah itu yang sebenarnya. Sekali lagi, kita yang kuat ingatan, bisa melihat sendiri kelakuannya yang juga berubah-ubah.
Saya pernah merasakan hal yang begini. Teman yang menjelekkan kenalannya luar biasa. Sumpah serapah apapun dikeluarkan. Orang yang punya sejumlah teman di banyak tempat, tidak sulit untuk mendeteksi apa yang terjadi di belakang. Untuk teman demikian, pura-pura tidak tahu apa-apa saja.
Begitulah kadang-kadang kehidupan manusia. Ia baru bisa merasakan akibatnya ketika terjerembab dalam lembah yang sangat dalam. Orang yang bisa mendramatisir semua hal, lalu mengambil keuntungan yang beragam rupa. Tidak malu mengeluh dan menerima apapun, dengan memberi alasan yang kadang-kadang menyakitkan bagi orang-orang di sekelilingnya.
Kehidupan manusia, selalu dihantui oleh adanya dua tampilan: tampilan sebenarnya dan tampilan yang dibuat-buat. Tampilan sebenarnya, merupakan sesuatu yang asli dan apa adanya. Tidak berupaya memperlihatkan apa yang sesungguhnya tidak dipunyai. Usaha untuk menampilan sesuatu yang tidak asli, tidak jarang dilakukan dengan mengeluarkan modal yang tidak sedikit. Tentu ada hasil yang diharapkan, yakni pada bagusnya tampilan.
Dalam kehidupan, orang bisa memosisikan diri teraniaya hanya untuk mendapat simpati dari orang lain. Dengan simpati itu, ia akan memungkinkan mendapatkan apapun yang diinginkan, dengan mengeluh dan mengungkapkan kondisi yang sesungguhnya dibuat-buat.
Konsep tampilan asli dan palsu semacam itu, ada dalam berbagai bidang. Dalam hukum, ilmu yang saya geluti, selalu orang memperlihatkan sebagai orang baik, walau sudah terbukti berbuat jahat. Bahkan ketika disidang pengadilan, saat orang masih dalam status terdakwa, selalu ingin menampilkan yang terbaik, terutama lewat pakaian. Apalagi mereka yang sudah terancam dengan hukum maksimal di atas 15 tahun, bahkan dengan baju koko dan kopiah haji.
Dalam dunia orang meraih kekuasaan politik, apa yang harus ditampilkan ke publik, selalu yang bisa berkontribusi terhadap daya jual. Dalam konsep dagang, berbagai barang bahkan menjadikan manusia sebagai alat untuk menampilkan sesuatu secara baik itu –walau dengan tampilan palsu.
Teringat suatu kali saat duduk dengan tetangga, seorang ibu yang sudah berumur bercerita, ternyata artis yang selama ini bermain di sinetron sangat religi, menjadi bintang iklan kosmetika yang sebagian besar tubuhnya keluar. Ibu ini masih belum mengerti bahwa sinetron adalah sandiwara, yang sebagian juga tercermin dari kehidupan nyata kita. Ia beranggapan seolah-olah tampilan itu sebagai tampilan yang sebenarnya. Hal itu juga yang terjadi dengan mereka yang memerankan tokoh buruk, sewaktu-waktu jalan di mall, ada yang ditampar oleh ibu-ibu yang tidak terima perlakuannya dalam cerita.
Itulah tampilan depan dan tampilan belakang. Maka sekira dunia tidak ada dua tampilan, tidak ada sesuatu yang harus digelisahkan. Orang yang datang kepada kita menceritakan sandiwaranya, bisa jadi menjebak kita. Lalu kita tahu ia sedang berada di tempat yang tidak sebagaimana diceritakan.
Orang yang datang ke rumah ibadah berpakaian seperti agamawan besar, besoknya kita menemui sedang adu burung dengan celana pendek dan tanpa berbaju. Orang yang kelihatan rajin beribadah, lalu ditangkap oleh pemburu kasus korupsi, karena terlibat mencoleng uang rakyat.
Fenomena tersebut, bukan ibadah yang harus disalahkan, melainkan tampilan orang yang bukan sesungguhnya. Orang yang tidak bagus perilaku, namun menggunakan simbol-simbol alim untuk menutupi kebusukannya.
Ada juga tipe orang lain, yang pada waktu ke rumah ibadah sangat tepat waktu, namun ketika meninggalkan rumah ibadah, tidak mampu meninggalkan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan oleh mereka yang rajin beribadah. Dalam agama, perilaku demikian tidak boleh. Ketika sudah melaksanakan perintah, maka harus menggunakan berbagai cara dan jurus agar tidak melakukan perbuatan mungkar.
Semuanya mengenai dua tampilan. Luar biasa orang yang sudah mampu menyinkronkan semua tampilan dalam wujud aslinya. Tidak ada kepalsuan lagi. Seperti kata orang tua kita dalam bahasa masyarakat bawah, kalau hanya makan perahu, maka seyogianya yang “dibuang” juga perahu, jangan kapal.
Harus ada keselarasan apa yang di mulut dengan yang di hati. Orang yang Anda anggap tidak tahu apa-apa, bisa saja sebaliknya. Tahu apa yang terjadi sesungguhnya. Waktu masih ada, kita harus memperbaiki diri.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.