Casing

Saya kira Anda mungkin pernah mendengar orang yang bilang begini. Apa sudah pasti ia seorang yang baik? Orang yang tampilannya bagus, rapi, dan menjaga pakaiannya. Lantas ada yang menimpali. Bisa jadi orang yang berpakaian baik, …

Saya kira Anda mungkin pernah mendengar orang yang bilang begini. Apa sudah pasti ia seorang yang baik? Orang yang tampilannya bagus, rapi, dan menjaga pakaiannya. Lantas ada yang menimpali. Bisa jadi orang yang berpakaian baik, justru memiliki perilaku sebaliknya. Orang yang berpakaian buruk, justru orang yang baik.

Menduga-duga semacam ini sering terdengar, walau tidak semuanya salah. Namun tidak juga semuanya benar. Mereka yang berpakaian tidak menutup aurat, tidak mungkin orang baik, setidaknya buruk dari kondisi pakaiannya. Orang yang menjaga pakaian, setidaknya sudah baik dalam menjaga auratnya, laki-laki atau perempuan.

Kesan seolah dibalikkan dari kenyataan itu. Memang ada sejumlah kasus. Ada orang yang terkesan sangat baik, lalu diduga dan tiba-tiba ditangkap karena menerima suap. Salah yang mana? Apakah sesuatu yang baiknya, atau pada kesannya? Kita sering terjebak dan terkesan tidak bisa memilah-milah satu dan yang lain. Bahwa sesuatu yang baik itu tidak bisa dipertukarkan. Sedangkan kesan, merupakan sesuatu yang bisa dimunculkan dari tampilan orang-orang. Seseorang yang ingin berkesan baik, maka di depan orang akan melakukan sesuatu yang baik, yang bisa jadi berbeda dengan perilaku aslinya. Jadi yang dimaksud dengan kesan baik adalah sesuatu yang berusaha ditampilkan. Berbeda dengan orang yang aslinya baik, maka perilaku baik yang dimunculkan di manapun dan kapan pun, tetap baik –bukan sesuatu yang dibuat-buat.

Orang yang memang benar-benar baik dengan mereka yang berkesan baik, biasanya mudah dibedakan. Kata kunci penting dalam hal ini adalah tampilan. Orang yang ketika di depan orang berbuat baik, di belakang bisa berbeda. Penelusuran melalui jalur belakang inilah dengan mudah akan menemukan seseorang itu sebagai sosok yang berkesan baik. Bukan benar-benar orang baik. Hanya untuk membantuk menjelaskan, bahwa dalam bahasa yang formal, kesan itu adalah bekas atau jejak, yakni sesuatu yang terpikir sesudah melihat atau mendengar sesuatu.

Lalu muncul pertanyaan apakah salah seseorang ingin berkesan baik? Kemudian apa tujuannya? Dua pertanyaan ini penting, karena siapapun pasti ingin terlihat baik di depan orang lain. Hanya orang yang tidak waras saja yang tidak peduli hal ini. Orang-orang yang waras tidak ingin sesuatu yang buruk menjadi tertampil di hadapan banyak orang. Tujuan ingin tampak sebagai orang baik tentu sangat beragam. Paling hakiki, karena hakikat manusia selalu ingin tampil dalam wujud yang baik.

Dengan demikian, baik pada dasarnya bisa hanya digunakan sebagai pembungkus. Kata bungkus (casing) sendiri adalah sesuatu yang dipakai untuk membalut. Kata ini ingin menggambarkan bahwa sesuatu yang buruk sekalipun bisa ditampilkan dengan wujud yang sebaliknya. Perilaku yang buruk sendiri bisa dimulai dengan perilaku yang dikesankan baik –untuk hal ini sudah dimulai dari niat yang buruk. Sekali lagi, bahwa orang yang memang berbuat baik hanya sebatas ingin menciptakan kesan, pada akhirnya akan terbongkar. Perbuatan buruk itu pada akhirnya akan kalah.

Jika kembali ke soal awal, maka seyogianya bukan posisi baiknya yang dipersalahkan, melainkan pada kepentingan orang melakukan sesuatu yang baik itu. Kita harus mengingatkan kepada semua orang untuk terus melakukan sesuatu yang baik. Perbuatan yang baik, bukan karena hanya ingin memberi kesan baik. Sesuatu yang baik, biasanya akan diikuti oleh sesuatu yang baik lainnya. Perbuatan yang baik akan menjadi penguat bagi perbuatan baik yang lain. Ketika orang yang satu berbuat baik dan berjumpa dengan orang yang berbuat baik di sekitarnya, maka energi yang baik yang akan muncul. Potensi ini, kemudian menjadikan sesuatu yang baik itu terus membesar.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment