Apakah hukum bebas dari kepentingan? Tidak mungkin. Justru hukum muncul karena berbagai kepentingan. Masing-masing pembangun konsep, memiliki pemaknaan yang berbeda tentang hukum. Pemaknaan ini sendiri tidak mungkin dibangun tanpa kepentingan. Satu sama lain kepentingan itu akan berbeda-beda. Jadi tidak mungkin orang yang berbicara hukum, tidak berbicara kepentingan. Belajar dari perjalanan sejarah dan perkembangan pemikiran hukum, terlihat masing-masing kepentingan itu.
Setiap era memiliki kecenderungan menggunakan cara berpikir tertentu. Termasuk di dalamnya bagaimana cara berpikir tentang hukum. Lewat apa kepentingan itu diwujudkan? Dalam ilmu pengetahuan, disebut bahwa kekuasaan menjadi ruang bagaimana berbagai kepentingan itu diwujudkan. Orang-orang yang ingin mendapatkan kekuasaan, bukan tanpa kepentingan. Mereka ingin bisa melakukan sesuatu, baik positif dan tidak kurang juga yang negatif. Bersyukurlah mereka yang menggunakan kekuasaan untuk kepentingan yang positif dan baik, menyejahterakan orang banyak. Tetapi tidak sedikit yang menggunakan kekuasaan untuk membangun kartel jahat dan buruk. Ketika mendapatkan kekuasaan, digunakan untuk merumuskan hukum yang bertolak belakang dengan tujuan hukum yang menyejahterakan. Hukum digunakan sebagai alat untuk mendapatkan hal-hal yang bukan tujuan dari hukum.
Saat jual beli pembentukan hukum mencuat, tampak bahwa ada kepentingan buruk juga menggunakan jalur legal. Konsep hukum yang dibentuk itu, hanya ingin menegaskan dalam bentuk hukum undang-undang. Tidak sedikit mereka menjadikan target menjadikan hukum untuk memudahkan banyak hal. Lantas muncul pemodal-pemodal besar untuk membiayai pencapaian target-target tadi. Memungkinkan berbagai kepentingan lolos dan ada pihak yang teruntungkan. Tidak mesti secara ekonomi. Bahkan karena hukum tertentu, bisa saja akan menguntungkan secara politik bagi pihak tertentu.
Undang-undang itu, tidak langsung jadi. Proses pembentukan hingga pelaksanaan membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Sejak dari inisiasi, prosesnya butuh waktu. Tidak langsung jadi seperti buah jatuh. Dalam berbagai tahap itu pula, terdapat berbagai tantangan masing-masing. Muncul inisiasi sebuah undang-undang, tidak selalu dari bawah, bisa juga dari atas. Atau ia bisa muncul dari mana pun. Bahkan dari orang-orang berduit yang memiliki banyak kepentingan, juga bisa jadi.
Dalam ruang praktis, hukum juga tidak sepi dari kepentingan dalam bentuk yang lain. Jika dalam pemikiran, perbedaan cara pandang, pemaknaan, akan menentukan bagaimana seseorang memosisikan hukum. Dalam ruang praktis, keuntungannya lebih konkret yang didapat oleh masing-masing pihak. Dalam konteks ini, keberadaan pemodal menjadi masuk akal. Kalkulasi bagi pemodal, mungkinkah bukan keuntungan? Bisa saja keuntungan ekonomi, bisa saja keuntungan politik. Saat kelompok menginginkan bisa mulus dalam pencapaian target tertentu, menggunakan rumus-rumus hukum yang menghalangi lawan, tidak mustahil dilakukan.
Ruang yang lebih luas, kepentingan orang asing juga tidak sedikit. Kemudahan mengakses sumber daya, menjadi salah satu contoh. Sehingga tidak mengherankan banyak hukum lahir dengan dengan perjuangan. Pengaruh nilai-nilai asing, juga satu kenyataan.
Apakah tidak boleh ada nilai-nilai asing? Banyak nilai-nilai yang diklaim universal, pada akhirnya tidak universal. Lalu pertanyaan kita balik. Mengapa memangnya dengan nilai-nilai bangsa kita? Sejak awal merdeka, tarik-menarik nilai ini gencar terjadi. Salah satu yang paling menonjol adalah nilai individual dan kebebasan. Di negara tertentu, yang nilai individual dan kebebasan sangat diagungkan, maka individu menjadi akhir dari pengaturan. Berbeda dengan bangsa-bangsa yang memiliki nilai kebersamaan.
Mengapa lembaga asing mengeluarkan uang miliaran untuk satu produk undang-undang? Apa yang menyebabkan mereka membiayai, selain adanya kepentingan? Lalu bagaimana bangsa ini akan membalas semua yang telah dikeluarkan asing itu? Bukankah pertanyaan-pertanyaan ini tidak bisa diajukan kepada mereka yang awam? Lalu percayakah ada lembaga entah dari mana, datang ke suatu bangsa, lalu menyumbang untuk membangun hukumnya, lalu diklaim mereka bebas kepentingan?
Orang awam mungkin tidak percaya. Namun sebagian orang pandai akan percaya informasi yang demikian, terutama orang pandai yang memiliki hubungan kepentingan. Mereka yang percaya inilah yang akan melakukan rasionalisasi yang demikian. Mereka menggunakan bahasa bangsa untuk mengkampanyekan bahwa mereka yang membantu bangsa ini sebagai pihak yang bebas dari kepentingan. Termasuk di dalamnya membangun hukumnya. kepentingan mereka tidak muncul dalam kalimat yang panjang. Bahasa undang-undang itu bisa disitir hanya dengan beberapa kata saja, dalam rangka menyalurkan kepentingan besar mereka.
Begitulah. Karena memang undang-undang dibangun dengan bahasa yang khusus, maka konsep barter kepentingan itu selalu memungkinkan dilakukan lewat bahasa undang-undang. Bahkan dengan satu kata yang tidak tepat, gugat-menggugat hingga menguras energi anak bangsa, bisa berlangsung sedemikian rupa. Dalam proyek kepentingan, hanya dengan permainan kata demikian, berbagai kepentingan disalurkan.
Hal yang sangat disayangkan sekiranya alat-alat negara menjadi penyalur dari berbagai kepentingan tersembunyi. Seharusnya alat-alat negara menjadi pihak dimana orang banyak bisa mengadu. Kenyataannya tidak selalu demikian. Malah pemain banyak muncul dari kalangan alat negara.
Inilah yang membuat suasana menjadi tidak harmonis dan seimbang. Seperti halnya dalam sebuah permainan sepak bola. Ketika teknis operasional dipercayakan pengadilnya kepada wasit, lalu wasit menjadi pihak yang memiliki kepentingan dari salah satu kesebelasan, maka yang berlangsung adalah kekacauan. Tidak bisa dibayangkan ketika kepada wasit seharusnya kita menumpu agar permainan tidak saja berjalan sesuai aturan, melainkan menghasilkan permainan yang apik dan bagus, justru disitir melalui berbagai kepentingan di dalamnya. Betapa sakitnya ketika di detik-detik akhir injury time, wasit justru memberi kemudahan kepada salah satu kesebelasan untuk mendapatkan kemenangan secara mudah.
Setelah merdeka, sejumlah funding father kita, mengingatkan agar kita tidak memiliki mental terjajah. Kita harus bisa berdiri tegak, termasuk dalam kepentingan hukum, yang bisa secara lebih jauh mempertegak posisi bangsa kita. Apa yang dilakukan ini, bagi saya juga termasuk dalam salah satu kepentingan, yang dari awal sudah saya perbincangkan konteksnya.