Perilaku yang baik sangat diperlukan dalam kehidupan manusia. Bukan hanya terbatas pada masing-masing individu, perilaku baik juga harus menyebar secara masif. Orang-orang yang berperilaku baik harus berusaha untuk menyebarkannya kepada orang lain. Hal ini penting karena perilaku dapat menjadi tampilan langsung dari kepribadian seseorang.
Lebih jauh, perilaku yang baik akan berimplikasi kepada keseimbangan kehidupan masyarakat yang lebih luas. Ada seorang yang berperilaku buruk, dalam lingkungan yang masyarakatnya berperilaku baik, akan berefek tidak baik. Seperti kata pepatah, gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga.
Seorang pencuri yang ditangkap, akan diperiksa identitasnya. Tempat tinggal yang tertera dalam identitasnya itu, akan turut menerima imbas, seolah-olah akan mewakili dari perilakunya. Padahal tidak demikian. Belum tentu tetangga di tempatnya tinggal mengetahui perilaku buruhnya itu.
Saya pernah lama tinggal dekat jalan raya. Salah satu implikasi penting yang harus ditanggung bagi siapa pun yang tinggal dekat jalan raya adalah suara bising kendaraan dari pagi, hingga pagi lagi. Tidur di tempat yang seperti itu, biasanya tidak berpengaruh lagi. Walau dalam suasana bising sekali pun, tidak menjadi penghambat untuk seseorang bisa tidur dengan pulas.
Mungkin kasus ini sama seperti kawasan yang memiliki kebiasaan buruk membakar meriam bambu atau karbit atau petasan berbunyi letusan pada malam idul fitri –suatu malam yang seharusnya digunakan untuk merefleksikan diri ke arah yang lebih baik. Waktu itu banyak daerah yang anak mudanya memiliki kebiasaan itu. Orang tua, karena beralasan bahwa itu kegiatan hajatnya anak muda, seolah tidak bisa berkomentar banyak. Makanya seperti tidak bisa ada yang melarang. Bisa dibayangkan orang-orang yang dekat dengan sumber suara. Orang-orang di kampung yang memiliki berbagai penyakit, terutama penyakit yang seharusnya tidak boleh mendengar suara besar, terguncang oleh bunyi ledakan yang bertubi-tubi.
Begitulah sekiranya dibandingkan bunyi-bunyian. Begitu pula orang yang ada di pinggir jalan. Dengan berbagai jenis suara. Kendaraan yang berbunyi normal, mungkin sudah tiada masalah. Akan tetapi untuk kendaraan yang sengaja dibesarkan suaranya, itu akan memicu ketidakseimbangan.
Selain suara kendaraan, ada hal lain yang berpotensi menjadi gangguan berada di pinggir jalan raya, yakni klakson. Salah satu bangunan yang umumnya berada di pinggir jalan adalah masjid. Sekarang ini, jalan-jalan di sekitar masjid, umumnya sudah diberi tanda oleh pihak yang mengurusi perhubungan. Ada larangan membunyikan klakson atau sejenisnya, dan ada yang tidak boleh mengebut.
Kenyataannya tidak demikian. Orang-orang yang lewat sekitar masjid, ada yang tidak tahu diri. Bahkan ketika orang sedang shalat sekali pun, berbagai macam berlaku. Orang mengebut, membunyikan klakson, bahkan mereka yang memiliki kendaraan dengan knalpot bising, juga makin memperbesar suaranya ketika melewati masjid. Inilah penyakit yang berpotensi mengacaukan keseimbangan.
Suatu kali, ketika selesai shalat jamaah, keluar dari pintu masjid merasa hal yang sama. Kendaraan para jamaah, ketika keluar berhadapan dengan mereka yang lalu-lalang. Sekiranya semua pihak sabar, tidak ada masalah sama sekali. Orang yang lalu-lalang dan orang yang keluar dari masjid, sebenarnya sama-sama bisa lewat dengan tenang, dengan saling memberi jalan. Yang baru keluar masjid menunggu giliran kendaraannya, begitu juga yang lalu-lalang. Harus saling memberi kesempatan kepada mereka yang baru keluar.
Sabar adalah kunci bagi siapapun, dalam suasana demikian. Orang yang berkendara di mana saja, ketika melaju dengan sekehendak hatinya, gemar membunyikan klakson tak tahu tempat, dan sengaja memperbesar suara bising mesinnya, adalah penyakit.
Semua penyakit ini bisa dihilangkan dengan kesabaran. Percayalah selalu membutuhkan lebih banyak orang yang akan meluruskan jalannya peradaban di sekitar mereka.