Prasangka Positif

Orang yang hatinya bersih, bisa memberikan kepercayaan kepada semua orang, termasuk orang yang belum dikenalnya. Sebaliknya, orang-orang yang hatinya tidak bersih, sudah dibantu oleh orang lain pun, belum tentu membalasnya dengan baik. Ungkapan air susu …

Orang yang hatinya bersih, bisa memberikan kepercayaan kepada semua orang, termasuk orang yang belum dikenalnya. Sebaliknya, orang-orang yang hatinya tidak bersih, sudah dibantu oleh orang lain pun, belum tentu membalasnya dengan baik. Ungkapan air susu dibaslas air tuba, mencerminkan balasan yang tidak baik itu.

Orang-orang yang selalu mempercayai orang lain, hidupnya berkemungkinan nyaman. Tidak menumpuk pikiran yang macam-macam dalam otaknya. Ketika berjumpa dengan orang lain, yang hadir selalu prasangka positif. Bukan menganalisis dengan berbagai kemungkinan negatif.

Prasangka positif yang membuat orang selalu bisa membangun hubungan positif dengan orang lain. Orang-orang yang demikian, bisa merasakan kebahagiaan tiada batas dalam hidupnya. Dan mencari orang yang demikian sangat sulit pada zaman edan ini.

Saya menemukan satu orang di antaranya. Suatu waktu, hari Jumat, saya punya pengalaman mengirimkan sebuah paket pos untuk teman di kota. Saya datang ke sebuah kantor pos kecamatan. Saya datang pada pukul 08.05 WIB. Waktu itu, kantor pos sudah terbuka, tetapi belum terakses jaringannya. Pada saat yang sama, saya harus ke tempat lain yang sama pentingnya. Tukang pos dengan ramah meminta paket ditinggalkan saja, akan ia kirimkan begitu jaringan sudah terbuka. Akhirnya paket pos saya tinggalkan dengan saya titip ongkos menurut perkiraan dulu.

Pada siangnya, ketika urusan lain sudah selesai, saya mendapatkan halangan lain yang menyebabkan saya tidak bisa kembali ke kantor pos. Karena hari Jumat, bertemu dengan “hari berlapis”. Sebenarnya kantor pos tetap buka pada Sabtu. Akhirnya saya baru bisa ke kantor pos tiga hari kemudian. Saya berpikir paket saya belum dikirim seandainya ongkos lebih besar dari uang yang saya titipkan. Ternyata perkiraan saya salah. Tukang pos itu, sudah mengirimkan paket itu.

Dengan demikian, tukang pos sudah menanggung kekurangan biaya saya untuk sementara. Bagi saya inilah yang menarik. Ada banyak pertanyaan di benak saya, mengapa ia mengirimkan kalau harus menanggulangi? Bukankah ia tidak kenal dengan saya yang menggunakan jasa pos? Bagaimana kalau saya tidak kembali, sedangkan paket sudah dikirim.

Beberapa pertanyaan tidak kuasa untuk tidak saya tanyakan ke tukang pos. Jawabannya sangat sederhana. Katanya, kasus seperti saya tidak banyak. Umumnya orang yang menggunakan jasa pos, menunggu hingga semua terkirim. Lagi pula, menurutnya, jumlah uang yang ia tanggulangi tidak sebanding dengan kerugian yang akan dialami oleh pengirim, seandainya pengirim tidak kembali.

Apa itu kerugian? Baginya, seseorang yang sudah berjanji untuk melunaskan berapa pun sisanya, tetapi tidak menunaikan, itu adalah kerugian besar. Kerugian pertama, utang itu tidak akan pernah terhapus, sebelum meminta izin kepada pengutang, seandainya sudah tidak mampu dibayar. Kedua, kota ini bukan kota yang sangat besar. Tidak berarti antara tukang pos dan pengirim tidak pernah bertemu lagi. Ketika bertemu, maka kesan yang negatif yang muncul adalah sesuatu yang sangat merugikan. Ketiga, cermin mentalitas, orang yang berperilaku begitu akan sangat menggambarkan mentalitasnya. Baginya, orang seperti saya yang mengirim paket juga paket cepat, dan tidak masuk akal orang yang sudah dibantu melakukan sebaliknya.

Toh kalau saya tidak kembali, tidak mungkin ia mencari. Alamat hanya saya tulis nama kota dan tidak ada nomor kontak. Sedangkan nama yang sama dengan saya, di kawasan ini, tentu tidak sedikit.

Pengalaman ini sangat membantu saya memahami bagaimana orang membangun kepercayaan terhadap orang lain. Saya yakin, tidak semua orang mampu melakukannya. Saya mendapat pengalaman itu dari seorang tukang pos di kantor pos kecamatan pinggir kota.

Ternyata masih ada orang yang demikian di tengah gemersangnya kehidupan, yang membuat banyak orang tidak bisa kita percaya.

Leave a Comment