Merawat Sosial

Mengapa seseorang itu bisa dipercaya oleh orang lain? Salah satu alasan pentingnya, adalah karena keselarasan perkataan orang tersebut dengan perbuatan. Sudah sulit mencari yang orang bisa mempertahankan apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan. Orang-orang …

Mengapa seseorang itu bisa dipercaya oleh orang lain? Salah satu alasan pentingnya, adalah karena keselarasan perkataan orang tersebut dengan perbuatan. Sudah sulit mencari yang orang bisa mempertahankan apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan. Orang-orang yang kritis sekali pun, cenderung berbeda dengan apa yang dilakukannya.

Orang yang sekali saja ingkar janji, sulit untuk mengembalikan kepercayaan. Seseorang yang sudah melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukannya, akan sulit kembali ke kondisi semula. Orang yang awalnya dipercaya, tiba-tiba tergelincir dan melakukan kesalahan, baik sengaja atau tidak, maka sulit untuk mendapat kepercayaan kembali.

Hal yang harus dilakukan adalah merawat. Lihatlah bagaimana sesuatu yang kita cintai itu kita rawat dengan baik, seharusnya begitulah keselarasan kata dan perilaku kita rawat. Kita harus mencinta keselarasan itu, yang dengan cinta akan membuat kita bersemangat menjaganya sekuat tenaga.

Merawat ini yang tidak bisa dilakukan semua orang. Seseorang yang saya kenal, sangat aktif dalam soal sosial. Ia sedang melakukan pekerjaan mulia. Masuk ke kampung-kampung untuk mendapatkan orang-orang yang tidak mendapatkan kesempatan untuk menempuh hidupnya secara normal. Banyak informasi yang kemudian diberikan orang lain untuk dia. Dengan bekal itu, ia mengunjungi, mencari tahu, lalu memetakan apa yang akan dilakukan dengan mengkomunikasikan pada orang lain bermodal ruang sosial. Orang ini, sedang mencoba menggunakan ruang sosial bagi menghidupkan solidaritas sosial bagi sesama.

Kondisi yang didapat di lapangan, kemudian ditampilkan di media sosial. Lalu orang-orang yang ingin membantu, diberikan ruang dengan menyediakan salurannya. Lalu ia mengkoordinir apa yang menjadi kebutuhan. Dalam setiap pekerjaan, ia selalu melaporkan secara sederhana.

Pola semacam ini, di satu sisi ingin menerapkan keterbukaan, walau dengan agak bersusah payah. Namun di sisi lain, hal tersebut akan memberi efek yang lebih besar bagi yang lain lagi.

Orang-orang semacam ini, tentu tidak bermasalah dengan seberapa besar tenaga yang akan dikeluarkan. Sayangnya, kita yang disekelilingnya justru melupakan alokasi tenaganya yang besar itu. Seringkali kita sering membiarkan orang-orang berjiwa sosial bekerja sendiri. Bahwa dibantu berbagai kebutuhan tidak selalu menjawab berbagai tantangan yang ada di lapangan. Mereka yang berjiwa sosial tinggi tidak jarang membutuhkan semangat yang lebih bagi orang-orang sekelilingnya.

Banyak sekali hal yang sudah dilakukan. Rumah yang sudah dibangun, terutama orang yang tidak mampu. Rumah sederhana yang bagi mereka yang membutuhkan, tentu sangat berharga. Paling tidak, ketika melihat banyak rumah yang rasanya disebut kandang saja sudah luar biasa. Ironisnya kadang-kadang rumah semacam itu terletak di pinggir-pinggir tumpuk sumber daya yang melimpah.

Di samping itu, ada banyak anak yang didapati tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan. Di tengah program pendidikan gratis, ternyata masih belum bisa menjangkau semua orang. Di sini masih butuh evaluasi mengenai apa saja sebenarnya yang gratis. Ketika kita tidak mendapatkan informasi yang lengkap mengenai apa saja kebutuhan anak yang akan sekolah, maka istilah gratis menjadi tanda tanya.

Ketika di semua lini, awal bulan ini menerima pelajar baru, seharusnya menjadi ruang bagi kita semua untuk melihat kondisi di atas dari berbagai sisi. Di tengah uang melimpah, ternyata tersusun anak-anak yang masih belum mendapat jatah. Ada apa dengan pelaksanaan pendidikan kita? Atau bisa suatu waktu, kita seperti tidak tahu lagi akan melaporkan masalah demikian. Pelaksana pendidikan seperti masih harus melihat kondisi ini secara holistik. Jangan sampai suatu waktu, ketika orang menemukan ada anak yang belum memperoleh pendidikan, mereka tidak melapor lagi kepada penyelenggara pendidikan, tetapi kepada orang yang saya kenal tersebut. Bagi penyelenggara pendidikan, kondisi ini seperti tamparan keras. Naif sekali, bila untuk memahami tamparan ini, kita juga tidak berdaya.

Leave a Comment