Kerja dahsyat bisa lahir dari tempat yang tidak terduga. Tidak mesti dari mereka yang berdiam di gedung mewah dan rumah megah. Orang-orang yang kreatif sering memikirkan hal yang tidak pernah kita bayangkan. Mereka memanfaatkan berbagai ruang untuk melahirkan sesuatu yang dahsyat dan bermanfaat bagi orang banyak. Terutama mereka yang membutuhkan.
Salah satu ruang yang dipakai untuk mewujudkan kerja hebat adalah media sosial. Bagi banyak orang, media sosial hanya digunakan untuk menunjukkan eksistensi diri dalam arti sederhana. Sebatas ingin membagi foto, selfie yang berharap orang tercenung karena berfikir bagaimana kita bisa melakukan sesuatu yang orang lain tidak bisa melakukannya. Tidak heran bahkan orang rela mengeluarkan ongkos yang tidak sedikit dalam rangka mendapatkan gambar yang membuat orang tercenung begitu.
Hanya sebatas itu. Lain dengan orang yang ingin menggunakan ruang media sosial untuk tujuan lain. Sebagaimana seorang teman, menggunakan untuk hal yang begitu luar biasa.
Saya tak begitu akrab dengan anak muda ini. Walau mungkin pernah lama di satu tempat. Setelah selesai kuliah, beberapa kali bertemu. Selebihnya tidak. Namun dari berbagai ruang, beberapa diskusi berlangsung.
Dalam beberapa waktu, ia mengirim rencana memperbaiki rumah-rumah orang miskin. Modalnya sederhana, hanya wajah media sosial. Rumah yang harus diperbaiki ini didapat dari mereka yang bisa merasa dengan hati yang dalam. Tidak semua orang bisa menemukan rasa ini. Walau orang yang pernah bergelimang kesusahan hidup sekalipun, tidak selalu bisa merasakan rasa untuk bekerja luar biasa.
Tiba-tiba, suatu malam, saya ketemu dia kembali di sebuah warung kopi. Ia ternyata sedang berbincang dengan anak muda luar biasa lainnya. Juga bercerita tentang rencana perbaikan rumah. Dari rumah yang satu ke rumah lainnya. Malam itu saya ‘nguping’, jumlah kebutuhan dana untuk memperbaiki sebuah rumah, sebenarnya tidak terlalu besar –menurut ukuran bagi mereka yang berkelebihan. Saya pribadi merasa, harga segitu juga bukan harga yang terlalu sedikit. Tetapi orang yang sering memegang ratusan juta, harga segitu bukan sesuatu yang besar. Mungkin hanya setengah dari harga sebuah kamar rumah orang biasa. Bayangkan dengan jumlah segitu, bisa menyelesaikan kebutuhan rumah satu keluarga, yang bisa dihuni oleh empat hingga tujuh orang.
Malam itu juga saya ‘nguping’, orang yang ketika berniat membantu, tidak peduli siapa yang menginisiasi, siapa yang akan mengambil peran, dan siapa yang akan menyalurkan. Bagi mereka yang sudah percaya, uang jutaan sangat kecilnya nilainya dibandingkan dengan rasa percaya itu. Bagi mereka, orang yang sudah mendapat kepercayaan, tidak mungkin berkhianat, karena khianat itu sangat besar taruhannya.
Makanya, anak muda ini bercerita, ia tidak semua mengenal donaturnya –bahkan mereka yang menyumbang nilai jutaan. Bahkan ada orang yang mengetahui rencana membangun rumah baru, segera komplain mengapa ia tidak diberitahukan lebih dahulu.
Malam itu, saya ungkapkan kepada anak muda ini, bahwa saya belum mampu seperti dia. Belum mampu berbuat sebagaimana ia sudah bekerja luar biasa, sehingga mendapat kepercayaan banyak orang. Kepercayaan inilah yang membuat orang dikenang hingga akhir zaman. Ia harus menjaga kepercayaan besar tersebut, hingga suatu saat, ia akan merasakan balasan terbaik di dunia dan di akhirat nanti.
Sekali lagi, hanya rasa dengan hati yang memungkinkan orang-orang hebat bisa menemukan orang yang berkekurangan. Bagi orang hebat seperti anak muda ini, orang yang berkekurangan tidak dipandang sebagai orang yang membutuhkan uluran tangan. Orang berkekurangan justru menjadi ruang bagi banyak orang lain merasakan dan membangun hubungan sebagai sesama manusia.
Atas dasar itu, tidak hanya untuk anak muda ini yang tidak sepadan dengan kata sebesar apapun rasa salut, juga bagi orang lain, yang seyogianya tidak berhenti untuk berpikir dan terus bekerja hebat bagi kebaikan sesama.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.