Kegiatan yang menjadi syarat dari pembangunan, memiliki peluang untuk dikelabui. Istilah ini mungkin negatif, tetapi dalam banyak kesempatan, kenyataannya terjadi. Membangun sesuatu yang bisa berimplikasi kepada masyarakat luas dan lingkungan, namun dibuat kesan seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Proses pengelabuan ini tidak jarang melibatkan orang-orang pandai. Bahkan mereka seringkali hanya dijadikan sebagai pelengkap syarat agar pembangunan bisa dilaksanakan sesuai dengan kehendak hati. Itulah yang harus mendapat perhatian, terutama dengan hadirnya orang-orang yang memimpin dan menggunakan hati.
Masalah ini sudah lama muncul. Ketika ada pertanyaan, apa pendapat Anda ketika di depan Anda duduk dua orang kampung bercerita tentang persoalan lingkungan yang mereka hadapi. Mereka bercerita di depan komunitas orang pandai, dan di depannya ada satu dokumen analisis dampak lingkungan yang tebalnya sekitar 1.500 halaman. Dan mereka menyebutkan bahwa dokumen setebal itu dibuat dan dianalisis oleh orang-orang pandai. Bahasa di dalamnya tidak semua dipahami oleh orang kampung, yang bahkan mereka yang sebenarnya menjadi sasaran dari analisis itu. Lalu apakah penyusun analisis tersebut dapat memahami seluruh implikasi secara lahir dan batin bagi masyarakat yang bersangkutan?
Pertanyaan terakhir sangat penting mengingat dalam banyak kajian, terkait dengan analisis dampak lingkungan, orang pandai akan berhenti pada alasan-alasan yang sifatnya sangat normatif. Bahkan tidak mau masuk ke dalam relung-relung batin masyarakat untuk memahami apa yang mereka butuhkan sebenarnya. Apalagi jika menyangkut hal krusial, yakni ruang pemasukan bagi daerah. Intervensi akan dilakukan, ruang akan dibuka lebar untuk investor –yang tentu tidak semua investor berjiwa lingkungan yang baik. Investor yang diterima dengan karpet emas, tidak semua bermental untuk membantu daerah yang bersangkutan. Sebagian tidak peduli dampak apa yang akan didapatkan oleh masyarakat, karena bagi sebagian mereka, untung adalah target utama. Corak investor yang begini, kemudian bertemu dengan penguasa yang rakus, maka kesimpulannya bisa diduga.
Perselingkuhan antara keinginan untung dan penguasa rakus, kemudian juga didukung oleh stempel kerja orang pandai. Orang-orang yang memiliki pengetahuan tertentu, namun tidak bisa menerapkannya secara utuh pengetahuan dan ilmunya karena berbagai alasan, sehingga tidak bisa mendapatkan data sahih lahir dan batin implikasi bagi masyarakatnya. Data sahih sering berhenti pada sesuatu yang lahir dan itu umumnya sifatnya sangat normatif. Tidak jarang dalam waktu tertentu, kerja-kerja semacam ini hanya semacam formalitas –atau dalam bahasa yang lebih sederhana dinamakan dengan pelengkap syarat. Bahwa proses yang demikian membutuhkan sejumlah syarat yang ditentukan, yang semuanya harus dilengkapi.
Fungsi orang pandai adalah berpihak pada kebenaran. Adalah menjadi satu dosa sosial, ketika orang pandai tidak bisa menegakkan kebenaran dalam melakukan fungsinya. Ilmu dan pengetahuan yang dimiliki, harus dipergunakan menurut jalur yang benar. Hal ini berarti bahwa orang pandai bisa melakukan tugasnya di mana pun dan untuk siapa pun, namun posisinya menjawab soal secara tuntas dan lurus. Dengan tuntas dan lurus ini yang bisa menjawab pertanyaan orang kampung yang duduk di depan kelas, memegang dokumen analisis yang tebalnya 1.500 halaman, lalu mereka menyebut tidak mengerti isinya. Sesuatu analisis harus dibuat dengan tuntas dan lurus, walau apapun yang menjadi taruhannya. Nah untuk yang disebut terakhir ini, tidak semua orang mampu dan mau melakukannya, walau kita sadar bahwa apapun yang kita lakukan, pada akhirnya akan kita pertanggungjawabkan di hadapan mahkamah yang sesungguhnya.
Dengan mengingat ini, seharusnya apa yang kita lakukan, juga turut berusaha mencerdaskan rakyat banyak terkait dengan hak-hak mereka.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.