Saya mendapat istilah ini, “Proyek Manhattan”, awalnya dari sebuah berita di Majalah Gatra, edisi 3 April 1999. Majalah ini, sepertinya menjadi alternatif penting ketika Majalah Tempo dibredel, ketika Orde Baru berkuasa. Mulai muncul sejak 13 Oktober 1994, dengan durasi mingguan. Menurut Wikipedia, majalah ini didirikan Bob Hasan –pengusaha yang dikenal dekat dengan Cendana waktu itu. Sedangkan Majalah Tempo sudah ada sejak 6 Maret 1971. Pada 12 April 1982, rezim di bawah Menteri Penerangan Ali Moertopo membredel majalah ini. Alasannya sangat sederhana, memberitakan aktivitas partai kuning. Goenawan Muhammad minta maaf atas kesalahan tersebut, dan bisa dilanjutkan. Bredel kedua, tanggal 21 Juni 1994, dengan alasan yang kurang jelas. Mereka menolak saham penguasa, hingga harus berhenti sampai angin segar reformasi muncul, ketika BJ. Habibie menjabat sebagai presiden, kebebasan pers dibuka, dan Tempo beraktivitas kembali sejak 6 Oktober 1998.
Dari majalah ini, istilah proyek itu saya baca. Pimpinannya Amerika Serikat, dengan dibantu Britania Raya dan Kanada. Dilihat dari sejarahnya, jelas bahwa proyek ini ada maksudnya. Berawal pada 1939, ketika banyak para ilmuwan dari Amerika Serikat yang sebagian besar mengungsi dari rezim fasis Eropa. Seperti kisah orang-orang yang menghindar sejenak, lalu memikirkan jalan untuk membangun kekuatan baru yang tidak bisa diremehkan. Mereka bertekad dari awal membangun proyek eksploitasi proses pembelahan atom. Awalnya memang untuk kepentingan militer, dalam rangka melawan invasi sekutu di Italia, Perancis, dan Jerman, lalu pengeboman atom di Hiroshima dan Nagasaki. Setelah itu dibubarkan, 15 Agustus 1947.
Tahun 1945, proyek ini memperkerjakan lebih dari 130 ribu. Tahukan berapa yang dihabiskan untuk ini? Pada Februari 1940, pemerintah menurunkan US$6.000 untuk memulai riset. Jerman, sejak 1940, juga melancarkan proyek yang sama. Pada 1941 pemerintah Amerika Serikat mengunjungi Inggris mengajak kerjasama yang akhirnya terbentuk pada 1943. Saat itulah, Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada, bersama-sama ke Los Alamos untuk memacu “Proyek Manhattan” ini.
Menurut berita Majalah Gatra, proyek yang dana sebelumnya US$ 6.000 itu, kemudian ditingkatkan menjadi US$2 miliar, hingga pada awal-awal percobaan bom atom, 16 Juli 1945, di pangkalan Angkatan Udara Amerika Serikat di Alamogordo, 193 km selatan Albuquerque, New Mexico. Bom percobaan itu membangkitkan ledakan setara 15.000 sampai 20.000 ton trinitrotuluena (TNT). Bukankah setelah enam abad, ketika awal penemuan pertama bubuk mesiu, perkembangannya sangat luar biasa?
Coba bayangkan pada dua bulan berikutnya, Los Alamos kembali memproduksi dua bom lagi, satu menggunakan uranium 235, satunya lagi menggunakan plutonium. Kedua bom dahsyat itulah yang kemudian diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki, satu bulan kemudian, 9 dan 16 Agustus 1945. Dua bom yang oleh media disebut sebagai “Little Boy” ini pula yang membuat Jepang yang hampir sepenuhnya menguasai Asia, harus bertekuk lutut pada sekutu.
Kedua bom itu mampu menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki, di Jepang –walau negara ini dengan semangat baja, tidak butuh lama untuk menjadikan Hiroshima sebagai salah satu kota modern dunia. Mereka butuh waktu tidak lebih dari 50 tahun untuk membuang puing-puing. Namun ingatlah, waktu itu, kehancuran dua kota yang membuat dunia mengerucut pada beberapa kekuatan besar saja. Sedangkan, kini, menurut kabar, manusia di dunia memiliki sekitar 22.000 senjata nuklir. Jika dengan dua bom atom saja membuat dunia begitu gemetar, lantas berapa bumi yang bisa dihancurkan manusia dengan kekuatan senjata itu.