Era Gelap

Tadi, kami duduk rapat di sebuah warung kopi. Saya mendengar secara langsung kata-kata di kebun binatang digunakan sebagian generasi mudah kita –yang sangat asik dengan game online. Seperti kata anjing atau babi, untuk lawan atau …

Tadi, kami duduk rapat di sebuah warung kopi. Saya mendengar secara langsung kata-kata di kebun binatang digunakan sebagian generasi mudah kita –yang sangat asik dengan game online. Seperti kata anjing atau babi, untuk lawan atau bahkan temannya, rasanya bukan sesuatu yang aneh. Jika duduk di samping meja mereka, yang duduk berkelompok, bicara tidak jelas, masing-masing memelototi telepon pintarnya masing-masing. Tapi bukankah panggilan semacam ini, di lapangan lainnya juga terdengar? Kebetulan saya masih bermain futsal, saat berdampingan dengan para remaja, kata-kata ini juga keluar: anjing, babi, bodoh, dan sebagainya.

Tapi warung kopi ini, menurut saya harus diisi. Jangan menunggu datang era gelap yang sudah kita tinggalkan. Era yang tatanan yang disukai selalu yang berlawan arus. Orang yang berkata kasar dan berperilaku buruk semakin banyak dan semakin mendapat tempat, justru akan membuat aneh mereka yang berturut dengan baik dan berperilaku sopan.

Keadaan yang kami temuan. Kami, karena memang saya dengan sejumlah pengurus satu komunitas bermusyawarah bersama. Duduk untuk mengambil satu putusan. Hasil pikir bersama terkait kegiatan komunitas. Dan, duduk di warung kopi, bukan sesuatu yang aneh. Di tempat kami, duduk rapat di warung kopi menjadi kebiasaan yang sudah masuk akal. Bisa jadi di tempat orang lain akan dianggap tidak rasional –dengan pokok pikir bagaimana bisa tempat nongkrong dan makan-minum, tiba-tiba menjadi tempat untuk mengambil putusan sesuatu.

Ada hal yang lebih kongkret menjadi kebiasaan di sini, yakni membahas sesuatu itu di warung kopi. Berbagai kegiatan formal atau tidak formal, diadakan di sini. Orang-orang yang dulu menjauhi, kini pelan-pelan mulai mendekati. Warung hanya sebagai tempat, yang saat diorganisir dengan baik, berkemungkinan akan menghasilkan sesuatu yang baik. Orang yang menjadikan ruang ini untuk kepentingan yang penting, walau dalam suasana genting, dapat saja dilakukan, dengan catatan mengorganisirnya dengan baik. Tidak mungkin berharap akan lahir sesuatu yang brilian, sedangkan kita memilih berjarak. Dengan memahami persis apa yang terjadi, memungkinkan kita mengambil langkah-langkah strategis bagi masa depan.

Tapi bukan tanpa risiko. Organisir itu sangat penting dan menentukan. Itulah catatan saya agar kita mengambil tempat untuk mengisi ruang padat itu untuk kepentingan yang strategis masa depan. Setiap saya duduk di warung kopi, selalu melihat atau bertemu dengan orang-orang penting. Mereka menjadikan tempat ini untuk membahas yang ringan-ringan hingga yang berat-berat. Membahas soal keluarga dan tetangga, hingga masalah proyek dan fee-nya. Kini lembaga-lembaga formal, saya lihat sudah menyiapkan program dengan duduk secara periodic dan berdiskusi di warung-warung kopi. Hal ini saya tangkap sebagai usaha untuk menangkap kekosongan ruang-ruang strategis. Tidak mungkin ditinggalkan jika ingin mendapat tempat bagi jamaah yang ada di dalamnya. Jika tidak, kita akan memungut hasilnya suatu saat.

Sebagian generasi muda, sebagaimana saya sentil di atas, menggunakan tempat ini untuk hal-hal yang mencemaskan. Tapi bukankah mencemaskan semacam ini juga sama dirasakan orang tua kita dahulu, saat melihat generasi yang lebih muda darinya mendapatkan hal-hal yang tidak pernah dijumpai? Saya berharap tidak demikian. kecemasan –atau bahkan lebih dalam dari itu, benar-benar lahir dari kegelisahan untuk memperbaiki era –suatu titik yang secara demografis kini sedang dipegang oleh generasi emas.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment