Hubungan gelap menjadi salah satu masalah krusial orang modern. Orang dengan mudah berganti dari satu hati ke hati lain. Alasannya berbeda-beda. Berita koran tentang banyaknya kejadian kekerasan berlatar belakang asmara, menampakkan ragamnya alasan itu. Dominan karena alasan media sosial. Paling mudah media ini disalahkan. Seseorang salah pencet nomor, lalu tersambung entah kemana, lalu menjadi teman dan dekat. Pada posisi demikian, tidak mempertimbangkan siapa teman yang kemudian dekat itu.
Atas alasan media sosial, mempermudah orang-orang yang ingin berbuat tidak baik. Hati kemudian diikutkan, alu jiwa juga dibuka ruang. Akhirnya dari hal-hal yang sederhana menjadi serius, sedangkan sesuatu yang serius lalu dianggap begitu sederhana –hingga dilupa-lupakan.
Ironisnya hal ini mengalir ke masyarakat yang berada di kampung-kampung –lokasi yang dibayangkan secara teritori berada jauh dari hiruk-pikuk kehidupan modern. Padahal kemajuan teknologi tidak selalu bisa diketam, ia selalu bergerak mengikuti irama, hingga mengalur seperti air yang terus mengalir menyusuri ruang-ruang yang ada.
Kemarin malam, sahabat lama saya tiba-tiba menelepon. Dalam hal yang dibicarakan, tak tahu juga mengapa saya yang ditelepon, bukan sahabat yang lain. Bagi saya hal ini sangat penting, bahkan super penting, serta yang juga penting, ini sensitif dan sangat rahasia. Sahabat saya itu barangkali punya penilaian tersendiri, yang saya sendiri tidak tahu. Yang jelas, sahabat ini seseorang yang memiliki satu usaha sederhana. Hidupnya boleh dibilang sudah mapan. Usahanya, walau masih berkategori kecil, saya kira cukup berhasil. Ia tidak banyak memiliki tenaga kerja, namun berkontribusi bagi kebutuhan ekonomi banyak orang. Ada satu aliran usaha yang membuat banyak orang menerima pendapatan, yang dengan pendapatan itu mereka bisa menghidupi keluarganya masing-masing.
Uniknya, ia menjalankan usahanya dengan model kekeluargaan. Tidak sangat bertumpu pada untung rugi. Ia tak peduli dengan berapa yang harus dikeluarkan dalam hal mengobati anggota keluarga dari pekerjanya. Demikian salah satu contoh. Belum lagi ketika ada keluarga pekerja yang datang ke rumah, selalu membawa pulang buah tangan. Dalam hubungan keseharian, ia juga sangat menjaga kesetaraan. Ia sadar bahwa tanpa mereka yang bekerja, ia juga bukan apa-apa. Makanya sampai ke perasaan mereka yang bekerja pun, ia berusaha menjaga dengan sempurna.
Ketika saya ditelepon, saya mengingatkannya tentang hal itu, tentang bagaimana ia berhasil menjaga perasaan mereka yang bekerja. Pertanyaannya waktu itu adalah ada apa ketika sewaktu-waktu ia berjumpa dengan seseorang lawan jenis yang lain, ada rasa tak menentu di batinnya. Menurutnya, hal semacam itu sudah berlangsung mungkin enam kali, terutama untuk perempuan yang belum menikah. Terus-terang saya sangat marah. Sebagai sahabat, saya mengingatkan bahwa ketika seseorang sudah memiliki rasa tertentu terhadap orang lain, bukan kepada istri atau suaminya, maka sedang ada masalah besar dalam orang tersebut. Ada sesuatu yang tidak beres ketika orang melihat yang bukan pasangannya, namun memiliki sesuatu yang menyakitkan bagi pasangan mereka. Ketika berada dalam posisi demikian, siapapun yang mengalami, langkah utama yang harus dilakukan segera pulang ke rumah dan minta maaf sepenuh hati pada istri atau suaminya.
Merasakan hal yang semacam itu bukan karena faktor dekat atau jauh. Hal demikian bisa saja dialami oleh mereka, pasangan, yang posisi sedang berdekatan. Secara fisik dekat, namun jiwa tidak entah kemana-mana. Sebaliknya, kadang-kadang orang yang jauh pun bisa memberi hati secara sempurna. Bahkan menurut saya, berpikir saja untuk orang lain, itu saja sudah masuk dalam kategori pengkhianatan, apalagi yang lain. Maka untuk pasangan kita, istri atau suami, yang kita berikan tak hanya hati, melainkan membagi jiwa secara sempurna. Pada posisi demikian, maka apapun yang kita punya, harus kita berikan kepada pasangan, baik ketika jauh maupun ketika dekat.
Begitu marahnya saya pada sahabat, bahkan tidak ada jalan lain selain menulis ini untuk meredakan rasa marah saya. Pada dasarnya saya ingin mengingatkannya untuk seutuhnya memiliki rasa lahir batin hanya untuk pasangannya. Saya sarankan ia berbicara dengan dua orang tuanya, agar ia merasa lega. Saya tidak tahu apakah ia berani atau sudah menyampaikan kepada orang tuanya. Mudah-mudahan tidak ada orang lain yang demikian.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.