Ada problem akut yang disebutkan untuk generasi sekarang, yakni pada cuek. Namun generasi sekarang lumayan kritis. Memadukan keduanya sangat penting. Mengkritik pun, ada etikanya. Hakikatnya, kritik bukanlah sesuatu yang berlebihan. Kritik sendiri harus dianggap sebagai upaya untuk memberikan masukan dalam rangka saling mengingatkan. Secara konsep, kritik adalah sesuatu yang disampaikan dengan tujuan meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, dan membantu perbaikan suatu pekerjaan. Melalui kritik, orang yang dikritisi akan bisa mengevaluasi kekurangan, memahami kesalahan, menjadi lebih maju dalam melangkah, termotivasi mencari solusi, dan membuat pikirannya lebih terbuka sehingga apa yang dilakukan atau kinerjanya menjadi lebih baik (Hisyam, 2020).
Ada yang menjadi catatan, bahwa kritik pun harus dilakukan dengan baik. mengkritik bukan ingin menunjukkan kebolehan. Mengkritik juga harus dibarengi dengan ilmu atau pemahaman atas masalah yang dikritik. Apalagi jika dengan kritik akan melahirkan masalah yang lebih besar, harus didalami kembali bagaimana cara melakukannya secara tepat.
Kritik itu sendiri sebagai ciri pembeda dari suatu pendapat. Kritik menandai akan adanya perbedaan pendapat, opini, atau sudut pandang dari beberapa pihak. Kritik ini didasarkan pada pengamatan, analisis, dan interprestasi. Pengamatan dan analisis dilakukan untuk melihat suatu hal secara lebih mendalam. Sedangkan interpretasi dilaksanakan, agar individu tahu posisinya dalam mengkritik. Atas dasar itulah, untuk mengkritik suatu hal, seseorang perlu mengamati dan menganalisis hal tersebut. Agar mereka tahu cara mengkritiknya (Putri, 2023).
Dengan demikian, tidak selalu penting untuk melihat relasi pengkritik dan orang yang dikritik –walau tak selamanya tidak dibutuhkan. Kadang kala dibedakan. Orang yang dikritik itu, terutama untuk sejumlah pihak dalam waktu yang bersamaan. Bisa jadi para pengkritik, hanya dekat dengan orang tertentu dari sejumlah orang yang dikritik. Kedekatan ini, sadar atau tidak, sengaja atau tidak, membuat apa yang dikritik tidak imbang antara sasaran yang satu dengan yang lain. Jika untuk orang yang satu bisa dikritik hingga 75 persen, maka ada pihak yang lain hanya dikritik hanya 10 persen saja.
Selama ini, saya hanya melihat wajah sejumlah pengkritik dalam program diskusi televisi. Semua stasiun televisi memiliki program ini. Tidak jarang, yang terlihat, para pengkritik sangat tajam mengkritik orang tertentu, dan tumpul terhadap orang lain. Tumpul dan tidak kritis terhadap sejumlah pihak, disebut dengan alasan memang yang bersangkutan tidak ada yang bisa dikritik. Sebaliknya, untuk pihak lain, kritikus semacam ini sangat tajam, dan bahkan tidak ada yang terlewatkan. Tidak ada yang sempurna dari sejumlah pihak, dan kerap mendekati sempurna, untuk mereka yang disukai dan memiliki hubungan khusus.
Ketika menghadapi even politik semacam ini, ternyata selain membual, melakukan sesuatu yang bisa membuat publik ragu, juga banyak dilakukan. Ada kesan dan seolah-olah yang disampaikan semuanya benar. Padahal apa yang dikatakan, tidak jarang dilandasi oleh karena kedekatan dengan mereka yang berseberangan secara politik. Kedekatan ini juga bisa disebabkan oleh berbagai hal. Salah satu yang sangat sering terjadi adalah utang budi. Mereka yang terbesarkan lewat media, kadangkala melalui proses pembesaran, yang itu melibatkan banyak pihak. Artinya seseorang yang sudah menjadi pengkritik terkenal, tidak terlepas dari adanya sejumlah jasa. Alasan inilah yang menyebabkan seseorang, pada akhirnya tidak bisa melepaskan diri dari proses balas jasa tersebut.
Itulah yang saya bayangkan, ketika selama ini saya tilik sejumlah sejumlah pengkritik terkenal, dengan mereka yang selama ini (kurang) dikritik. Dengan sejumlah gambar, biasanya dapat dibandingkan bagaimana sesungguhnya hubungan antara mereka yang mengkritik dan yang dikritik. Barangkali ketika melihat tayangan diskusi, belum bisa dibayangkan mengapa seseorang mengkritik secara tidak adil, hanya kepada orang tertentu dan tidak terhadap yang lain. Setelah menilik sejumlah foto, maka alasan itu, sedikit bisa ditemukan. Ada orang yang ketika even penting, ternyata sedang bersama orang yang (kurang) dikritiknya. Publik akan merasakan seolah benar ada orang yang tidak dikritik karena memang mendekati sempurna. Padahal di belakang itu, ternyata banyak hal terjadi.
Lalu bagaimana dengan pengkritik yang lengkap memiliki data dan berusaha adil untuk semua orang? Ternyata orang-orang semacam itu juga akan dikritik. Apalagi data yang mereka gunakan untuk mengkritik apa yang dilakukan oleh penguasa dan pemegang kuasa. Selurus apapun kritik, ia akan dipertanyakan oleh mereka yang merasa sedang memegang kuasa. Sekuat apapun data, tetap akan dilawan dan diramu narasi kepahlawanan oleh mereka yang sedang mengejar kuasa. Saya teringat bagaimana misalnya Zainal Mukhtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari, dengan data yang terukur, dicemooh oleh para politisi yang waktu itu sedang mengejar untuk mendapatkan kekuasaan.