Laporan Sekjen PBB, Maha Thray Sithu U Thant, saya kutip dari buku Hukum Tata Lingkungan (Hardjasoemantri, 2005). Ia menyebut sejumlah ancaman terhadap lingkungan sudah dimulai sejak lama. Dan ketika laporan tersebut PBB itu disampaikan, dunia sedang menyadari betul bahwa krisis dengan jangkauan seluruh dunia dirasakan oleh manusianya.
Sekjen PBB menyampaikan, “untuk pertama kali dalam sejarah umat manusia telah terjadi krisis dengan jangkauan seluruh dunia, termasuk baik negara maju maupun negara berkembang, mengenai hubungan manusia dengan dan lingkungannya. tanda-tanda ancaman telah dapat dilihat sejak waktu yang lama: ledakan kependudukan, integrasi yang tidak memadai antara teknologi yang amat kuat dengan keperluan lingkungan, kerusakan lahan budi daya, pembangunan tidak terencana dari kawasan perkotaan, menghilangnya ruang terbuka, dan bahaya kepanasan yang terus bertambah mengenai banyak bentuk kehidupan satwa dan tumbuhan. Tidak ada kesangsian bahwa apabila proses ini berlangsung terus maka kehidupan yang akan datang di bumi ini akan terancam”.
Menurut U Thant, “belum pernah dalam 25 tahun sejarah PBB terdapat masalah yang lebih relevan bagi semua bangsa dari pada krisis lingkungan yang dihadapi. Penguasaan energi dan transformasi sumber daya alam menjadi alat dan jasa yang tidak terkirakan jumlahnya bagi keperluan manusia, yang dihasilkan oleh Revolusi Industri, telah membawa salah satu halaman yang menakjubkan dalam sejarah umat manusia. Perwujudan dari aspek baru dan meresahkan dari penyebaran dan pertumbuhan peradaban industri kini telah timbul: manusia tiba-tiba sadar tentang dimensi, kecepatan, dan pengaruh massal dari proses produksi terhadap kesediaan fisik dan konfigurasi bumi ini dan terhadap keseimbangan dasar biologisnya. Untuk berproduksi dengan biaya berapa pun, tanpa mempertimbangan dampaknya terhadap lingkungan, tidak lagi dapat menjadi keasyikan manusia. Pengawasan akan dampak proses produksi akan memerlukan pemikiran ekonomi baru, instrumen hukum baru, Tindakan administratif baru, dan prioritas pemerintahan baru”.
Ketika Sidang Umum PBB tanggal 1 Juni 1970, lahir seruan untuk meningkatkan usaha nasional dan internasional dalam menanggulangi kemerosotan kualitas lingkungan hidup. Kesadaran yang sudah muncul terhadap lingkungan, saat bumi yang ditempati manusia dengan jumlah sekitar 3,6 miliar. Seruan itu sendiri bertepatan dengan diumumkannya gerakan bagi “Strategi Pembangunan Internasional” dalam rangka strategi “Dasawarsa Pembangunan Dunia ke-2” (Hardjasoemantri, 2005).
Merujuk pada artikel “World Population growth rate: why declines stalled in the 1980s”, dalam jurnal Population Today, tingkat pertumbuhan penduduk sebenarnya melambar pada 1970-an. Tahun 1800, Our World in Data mengklaim penduduk dunia berkisar hanya 1 miliar. Tahun 1950, PBB melaporkan populasi dunia mencapai 2,6 miliar jiwa. Lalu tahun 1959 mencapai 3 miliar dan 4 miliar tahun 1975. Tepat 11 Juli 1987, penduduk mencapai 5 miliar. Tahun 1999 mencapai 6 miliar. Lalu Oktober 2011 mencapai 7 miliar. Tahun 2016 mencapai 7,4 miliar dan 2020 mencapai 7,7 miliar. Juli 2022, penduduk dunia sudah 7,959 miliar. PBB memperkirakan tahun 2030, penduduk mencapai 8,5 miliar dan 9,7 miliar tahun 2050 dan 10 miliar pada tahun 2057. Angka 11 miliar diperkirakan tahun 2100 (Kanariyati, 2022).
Maka penyeruan secara masif sejak 1970 dapat disadari sebagai wujud kesadaran akan populasi yang meningkat tajam di dunia. Bersamaan dengan hal tersebut, lahir Resoluasi PBB Nomor 2657/XXV Tahun 1970 terkait dengan penugasan kepada panitia persiapan konferensi untuk mencurahkan perhatian dalam rangka melindungi dan mengembangkan kepentingan negara-negara sedang berkembang.
Namun demikian, persiapan ini sendiri bukannya tanpa kritik. Melihat negara-negara berkembang sebagai salah satu sumber masalah, dilihat sebagai satu proses marjinalisasi yang terus berlangsung dengan konsep hukum modern yang sudah dikembangkan sejak akhir abad pertengahan. Wujud hukum semacam ini dibangun sebagai proses untuk melanggengkan kepentingan negara-negara maju di wilayah negara-negara yang sedang berkembang.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.