Sebagaimana juga subsistem yang lain, hukum juga harus mempersiapkan diri menghadapi zaman yang berubah cepat dan pesat. Ada ungkapan hukum yang selalu diingat oleh pembelajar hukum adalah hukum berjalan tertatih di belakang perkembangan masyarakat yang bergerak cepat. Konsep hukum yang dimaksudkan di sini adalah hukum dalam wujud peraturan perundang-undangan.
Ada lima hal yang dipertanyakan Satjipto Rahardjo saat membahas bagaimana basis sosial hukum. Basis ini saat melihat relasi antara ilmu hukum dengan ilmu sosial. Lebih luas, pertanyaan Satjipto Rahardjo ini sesungguhnya menyentuh bagaimana sesungguhnya basis sosial dalam bernegara hukum (Rahardjo, 1980). Lima pertanyaan tersebut sebagai berikut:
Pertama, apakah norma-norma hukum serta pranata hukum itu berhubungan satu sama lain secara logis dan konsisten? Sebagian pemikir hukum beranggapan seolah-olah hukum itu hanya untuk dirinya sehingga dapat dibatasi sedemikian rupa dari berbagai perkembangan dunia. Ketika norma dibentuk dalam wujudnya, maka bisa dipastikan harus didukung oleh berbagai piranti dalam kehidupan manusia. Tidak bisa disederhanakan seolah-olah setelah palu pembentuk hukum sudah diketuk, maka masalah semuanya menjadi selesai. Apalagi ada satu asas hukum yang menentukan bahwa secara fictie, ketika suatu undang-undang sudah disahkan maka semua orang dianggap sudah tahu hukum (dalam konteks peraturan perundang-undangan tersebut).
Kedua, apakah hukum itu merupakan sarana pengatur masyarakat yang bekerja dengan baik? Jangan-jangan hukum tidak mampu menjadi pengatur masyarakat secara baik, karena banyaknya kepentingan yang bermain dalam pembentukan hukum perundang-undangan. Hukum sebagai jiwa bangsa yang disebutkan dalam pemikiran filsuf, kini berganti dengan tarik-menarik kapling melalui jual beli ayat dan pasal. Apalagi dengan corak pikir yang menganggap hukum hanya pada hukum yang berbasis hukum negara semata, dan di luar itu dianggap tidak ada yang namanya hukum.
Ketiga, apakah masyarakat tidak mencari sarana pengatur lain di luar hukum yang diperlukan baginya? Ketika hukum negara tidak bisa menampung bagaimana perkembangan sosial, lalu masyarakat mencari alternatif lain. Dalam maksud positif, alternatif lain ini termasuk mencari hukum-hukum dan kearifan yang berbasis pada agama dan adat dalam menyelesaikan persoalan mereka. Dalam maksud yag negatif, ketika hukum tidak mampu bergerak ke arah yang baik, maka masyarakat akan menggunakan jalan penegakan hukumnya sendiri, yang hal demikian akan berbahaya tidak hanya bagi masyarakat sendiri, melainkan juga untuk negara.
Keempat, bagaimanakah hukum itu berkembang? Tidak mungkin masalah ini dijawab dengan kajian ilmu hukum semata. Kajian ini membutuhkan lintas dan interdisiplin untuk menjawabnya. Tidak mungkin ada anggapan bahwa dalam negara yang modern selama ini, mempertanyakan mengapa masih ada orang yang menggunakan cara-cara tradisional dalam menyelesaikan masalah. Salah satu cara tradisional ini adalah dengan menyelesaikan kasus melalui pendekatan perdamaian. Apakah ketika jalan demikian ini yang dipilih, hukum tidak berkembang?
Kelima, faktor-faktor apa saja yang memungkinkan perkembangan hukum itu? Kemajuan masyarakat turut menjadi faktor penting dari perkembangan hukum. Kemajuan masyarakat yang berlangsung dengan berbagai desain, telah menimbulkan ketergantungan terhadap hukum dalam berbagai wajah.
Pilihan bernegara hukum menghadapi berbagai masalah dalam realitas. Sayangnya tidak semua sarjana hukum membuka diri melihat realitas ini. Seolah-olah kajian hukum hanya bertumpu pada norma-norma saja. Berbagai pertanyaan memungkinkan muncul dalam kajian yang berbasis pada realitas. Tidak semua masalah yang berbasis para realitas itu, bisa dikategorikan sebagai bukan masalah hukum. Pertanyaan-pertanyaan di atas, mengisyaratkan bagaimana dalam negara hukum, harus pula memikirkan berbagai interaksi subsistem lain dengan subsistem hukum.