Kolom kemarin, yang saya mulai dengan pengalaman dari dua penulis, menggambarkan suasana yang berbeda. Pertama, ada penulis yang bersikukuh, bisa menulis dalam berbagai keadaan. Berangkat dari kondisi yang harus dipisah-pisah dan dipilah-pilah. Bahkan dalam keadaan paling terpukul pun, bisa diselesaikan karya.
Kedua, penulis yang berpendapat tidak mungkin dilakukan sesuatu dalam suasana yang tidak bersahabat. Makanya suasana untuk menulis harus disiapkan dengan baik. untuk menghasilkan karya yang baik, harus dimulai dari menciptakan suasana yang membawa seseorang bisa menghasilkan karya yang baik itu.
Dalam satu kegiatan yang saya ikuti, tidak mudah untuk mendapatkan satu kesepahaman tentang ini. Keduanya bersikukuh pada pendapat –yang disebut mereka sebagai bekal dari pengalaman.
Terlepas pengalaman kita entah sama atau berbeda. Pengalaman saya sendiri tidak mungkin memisahkan suasana itu. Makanya tidak mudah orang bisa melakukan dalam semua suasana. Orang yang kena penyakit lesu, yang diganggu oleh berbagai kondisi psikologisnya, sepertinya tidak mungkin bisa melakukan apa-apa. Pernah Anda mendengar cerita anak muda yang sedang patah hati? Begitulah posisi orang yang tidak mungkin melakukan apa-apa saat jiwanya sedang tidak normal. Semua orang pernah mengalami hal yang demikian, dengan berbagai sebab. Mereka yang sudah tua, mungkin penyebabnya aneka rupa. Mereka yang sudah memiliki anak, melihat tingkah-polah yang berlawanan dengan yang diinginkan, juga akan menyebabkan seseorang tidak bisa melakukan apa-apa.
Orang yang bisa melakukan sebaliknya, beranggapan bahwa apapun yang terjadi dalam diri mereka, semuanya bisa dikelola. Orang yang demikian, mungkin karena kelebihan. Orang-orang yang mampu melakukan kondisi apapun, walau diguncang oleh berbagai keadaan, adalah potret yang luar biasa. Tidak semua orang bisa seperti itu.
Banyak orang justru tidak memilah-milah yang demikian. Kondisi apa yang dialami dalam kehidupan nyata, secara langsung akan berpengaruh ke dalam suasana batinnya saat melakukan sesuatu. Seorang penulis yang sedang melahirkan karya, umumnya terpengaruh dengan berbagai keadaan sekelilingnya, termasuk pelibatan jiwanya dalam keadaan kehidupan yang dialami.
Orang-orang yang bisa memisahkan adalah pengecualian. Namun tetap ada pertanyaan, apakah tidak semua orang melibatkan jiwa pada saat berkarya? Mungkin saja ada. Mereka berdiri kokoh dan berjarak dengan apa yang akan dilukiskannya. Tentu untuk proses yang demikian, orang-orang harus banyak belajar, agar bisa melakukannya dengan baik.
Jika ada penulis yang menyiapkan botol bir, agar dirinya dianggap bisa menyelesaikan karya, bukankah botol bir itu bagi orang seperti ini bukan upaya mempersiapkan suasana? Untuk menuman semacam ini, saya tetap menyarankan tidak digunakan oleh para penulis.