Nomor Antre

Sebuah kesan, biasanya sangat emosional. Anda yang sudah antre berjam-jam menunggu panggilan untuk berobat, tiba-tiba ada orang yang memberi nomor antrenya untuk ditukar dengan nomor antre yang Anda pegang, maka dalam sekejap Anda akan menyebutkan …

Sebuah kesan, biasanya sangat emosional. Anda yang sudah antre berjam-jam menunggu panggilan untuk berobat, tiba-tiba ada orang yang memberi nomor antrenya untuk ditukar dengan nomor antre yang Anda pegang, maka dalam sekejap Anda akan menyebutkan orang itu sebagai orang yang sangat baik. Sebaliknya, ada teman yang lewat dengan mobil tidak melihat Anda berdiri di pinggir jalan sedang menunggu angkutan umum, berkemungkinan akan menyebut teman itu agak sedikit sombong.

Kesan itu bisa hadir dimana saja. Seorang perempuan tiba-tiba mendapat perhatian seorang pria dalam hal yang kecil, yang dengan itu tidak menolak pinangan berapa pun jumlah maharnya. Bahkan perempuan kadang-kadang rela membantu calon suaminya untuk urusan demikian.

Kesan pula yang menentukan sebuah kampung bisa diklaim begitu atau begini. Sebuah klaim yang tidak ditindaklanjuti dengan verifikasi, lalu secara berantai kesan demikian menjadi kesan sekelompok orang. Padahal belum tentu aslinya demikian.

Saya memiliki dua teman yang tinggal dalam satu kampung yang sama. Bagi sebagian orang, kampung ini terlanjur dianggap sebagai kawasan tidak lurus. Istilah tidak lurus itu dari saya, untuk menggambarkan ada sebagian kesan yang menurut orang-orang tidak enak ditinggal disebabkan perilaku orang-orang asli di sana yang tidak ramah dan cenderung melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. Perilaku yang merugikan bisa bermacam-macam. Namun sekali lagi, ini adalah kesan yang belum tentu benar.

Pertanyaan yang layak adalah apakah semua orang asli begitu? Lalu apakah semua pendatang sudah baik? Pertanyaan ini bisa saja ditukar-tukar untuk memberi penyadaran bahwa yang baik dan buruk itu bisa datang dari mana saja. Jika disebut ada orang di suatu kampung dikesankan seolah-olah semua tidak baik, lalu bagaimana dengan ada di antara mereka yang baik? Atau jangan-jangan kita merasakan sesuatu yang tidak enak dari satu atau beberapa orang saja, lalu karena ada perasaan emosional lalu kita cap semua orang di sana demikian? Kesan ini, bagi saya sungguh tidak adil. Sama tidak adilnya ketika ada orang lain yang apabila menganggap semua orang di tempat tinggal kita itu tidak baik.

Bukankah begitu? Atau pendapat saya ini juga tidak tepat? Supaya lebih adil, kita juga penting sejumlah orang lain yang tinggal di lingkungan yang sama. Ketika mendapatkan suatu gambaran tentang suatu kampung, saya tidak perlu mencari pembanding karena sang pembanding itu datang dengan sendirinya. Ibarat sebuah cerita, ada dua versi yang saya dapat dari dua teman saya di atas. Teman yang satu, tidak pernah mengungkapkan adanya masalah selama hampir sepuluh tahun ia tinggal di sana. Sementara teman yang satu lagi, setiap hari mengeluhkan ada masalah di tempatnya tinggal. Kita akan memercayai yang mana? Sekiranya memang dua orang ini memiliki dua kisah berbeda, berarti bukankah ada dua kenyataan yang dirasakan secara berbeda oleh mereka berdua?

Satu mencoba memahami teman yang tidak mengeluhkan masalah. Resep hidupnya ternyata sangat sederhana. Kampung tempatnya tinggal pada dasarnya sama seperti kampung asalnya. Ada anak muda, para remaja, dan ada orang tua. Ia membina hubungan dengan baik dengan semua mereka. Resep hubungan juga sederhana. Ketika berjumpa orang ia menyapa. Ketika bertemu dengan orang-orang di tempat orang ramai, ia memperkenalkan diri. Ketika gotong royong dan rapat ia selalu ikut. Untuk kepentingan orang banyak ia berusaha mendahulukan. Resep itu yang ia lakukan dan ia tidak masalah apa-apa, walau rumah selalu ditinggal terbuka. Tidak ada kunci berlapis dari semua pintunya. Semua orang bisa mengetuk dan membuka tidak dengan paksa.

Sedangkan teman saya yang satu lagi, selalu mengeluh tentang berbagai hal yang dialami. Rumahnya sudah dua kali bobol ketika ia pulang kampung. Akan tetapi pada waktu itu, tidak ada barang yang hilang. Justru saat ia terlelap tidur di siang hari, satu laptop dan satu handphonenya hilang. Akhir-akhir ini ia mengeluh lagi, sandal dan sepatunya yang sudah tidak ada, padahal ditaruh di dalam garasi yang jauh dari pandangan orang-orang yang melaju lewat depan. Kasus demikian, siapa yakin bahwa pelakunya memang orang di tempat tersebut?

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment