Standar

Mudah-mudahan kita tidak termasuk orang yang menilai segala sesuatu itu dengan ukuran kita. Barangkali dalam kehidupan kita, sesuatu yang kita alami masih normal-normal saja. Normal menurut kita ada batas tertentu, sehingga apa yang kita sebut …

Mudah-mudahan kita tidak termasuk orang yang menilai segala sesuatu itu dengan ukuran kita. Barangkali dalam kehidupan kita, sesuatu yang kita alami masih normal-normal saja. Normal menurut kita ada batas tertentu, sehingga apa yang kita sebut sebagai normal, mungkin bagi orang lain adalah kondisi yang upnormal.

Semua standar dan ukuran, tidak bisa disamakan. Orang lain melihat apa yang kita lakukan sudah luar biasa, mungkin bagi kita masih biasa-biasa saja. Apa yang bagi kita mungkin biasa, bagi orang lain sudah luar biasa. Seorang teman menyebut suatu kondisi dengan apa yang diistilahkannya sebagai “tidak ada pilihan”. Pernahkah Anda membayangkan, ketika dalam perjalanan jauh, lalu melihat ada orang lain naik kendaraan roda dua dengan jumlah yang tidak masuk akal. Berlima.

Begitu juga dengan rumah yang dibangun. Dengan tanah yang luas, mendirikan rumah bukan sesuatu yang sulit dilakukan. Namun coba bayangkan untuk daerah yang padat dengan harga tanah yang mahal. Bagi mereka yang berekonomi pas-pasan, akan sulit memiliki rumah mewah.

Begitulah seseorang menjalani kehidupan. Sesuatu yang dirasakan oleh mereka sebagai biasa, bagi kita mungkin agak terlihat tidak normal. Kondisi ini terlihat di tempat saya pernah tinggal bertahun-tahun ketika pendidikan.

Waktu itu, di kawasan saya tinggal termasuk salah satu kota terpadat. Bangunannya saling bertindih. Dengan kondisi tanah yang berbatu karang, bangunan bertindih demikian sepertinya memungkinkan. Pernah iseng-iseng saya coba menelusuri kawasan ini dengan berjalan kaki, dari bawah hingga ke atas. Dari jalan yang saya lalu, tampak jelas rumah-rumah itu seperti dipasang begitu saja. Padahal itu rumah permanen. Kamar rumah yang satu berada di atas dapur rumah yang lain. Begitu pula garasi rumah di bawah, kadang-kadang berada persis di bawah kamar mandi rumah yang di atas. Hal lain adalah mereka yang saling memanfaatkan dinding rumah mereka satu sama lain. Dindingan rumah sebelah lalu diplester oleh pemilik rumah di sampingnya.

Ketika teman saya suatu kali berkunjung dan menginap di tempat saya tinggal, sampainya malam melihat keindahan lampu-lampu rumah dari atas hingga ke atas bukit. Namun ketika bangun pagi, ia melihat kondisi bagaimana rumah-rumah itu terpacak, ia seperti menyaksikan kengerian. Ia termasuk yang tidak habis pikir bagaimana orang-orang bisa hidup dalam kepadatan demikian? Akan tetapi begitulah kondisi, orang yang berasal dari kawasan yang masih jarang, melihat kawasan padat seperti tidak masuk akal. Sebaliknya, orang-orang yang dari kawasan padat, ketika datang ke tempat jarang, akan merasa orang di kawasan tersebut tidak berusaha untuk memanfaatkan lahan. Mereka ketika sesekali mendapat kesempatan ke tempat jarang, akan menghabiskan waktu dengan bersuka ria.

Ada satu hal lain yang sangat penting dalam kondisi yang padat demikian, yakni pada perasaan orang-orang yang sangat sensitif. Hal demikian bisa jadi karena dibentuk oleh kenyataan bahwa apa yang ada dari dalam satu rumah, jika tidak dijaga dengan baik, akan diketahui oleh pemilik rumah yang lainnya. Bukan hanya untuk berbicara keras, berbicara biasa-biasa saja pun akan terdengar terang ke dalam rumah orang lain. Bahkan mungkin berbisik saja, desah nafas itu akan terdengar oleh orang lain.

Kondisi tersebut berimplikasi kepada dua hal. Pertama, bisa jadi, orang-orang akan saling mengerti mengenai apapun yang terjadi di dalam rumah mereka masing-masing. Sesuatu yang dialami oleh mereka dari rumah yang satu, akan dipahami oleh mereka yang dari rumah lainnya, sehingga di antara mereka apapun yang terjadi, tidak saling peduli persoalan internal masing-masing. Kedua, untuk pilihan yang juga banyak dilakoni, mereka akan saling menjaga kondisi rumah dan perilakunya. Apapun yang terjadi, hanya mereka masing-masing yang tahu. Untuk kondisi yang begini, dalam kondisi marah sekalipun, mereka tidak akan memperdengarkan kepada tetangganya.

Saya bukan orang yang fasih memahami kondisi kehidupan di sini walau sudah bertahun-tahun bersama mereka. Rasanya kondisi yang kedua tersebut lebih banyak mereka lakukan, sehingga dari masyarakat ini, kita bisa merasakan perasaan halus yang lebih luas dalam rangka menjaga kondisi keharmonisan sesama mereka. Kita sering tidak tahu mereka pada saat tertentu sedang dalam kondisi yang bagaimana, karena ketika sedang tidak bahagia pun tidak memperlihatkan ketidakbahagiaannya kepada orang lain.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment