Ketiga UU Lingkungan Hidup yang pernah dan berlaku di Indonesia, memiliki basis yang hampir sama terkait hukum yang akan mengatur tentang lingkungan. Mulai dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU KKPPLH), lalu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PLH), serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).
Konsiderans mengingat dari UUKKPPLH adalah Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945; dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara. UU PLH, hanya menyebutkan Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan UU PPLH menyebut Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa “Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”. Sementara dalam Pasal 20 ayat (1) disebutkan, “Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”. Sedang Pasal 33 ayat (3), menentukan “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
UU KKPPLH juga berdasarkan konsiderans menimbang Ketetapan Majelis Permuasyawaratan Rakyat (MPR) Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dalam GBHN ini ditetapkan pedoman pembangunan nasional dalam berbagai bidang, termasuk di dalamnya bidang lingkungan hidup. GBHN sendiri berfungsi sebagai landasan bagi pemerintah dalam Menyusun kebijakan dan program pembangunan.
GBHN sudah tidak dikenal dalam pembangunan dan kebijakan setelah reformasi. Setelah 1998, konsep dasar dan pedoman pembangunan sudah dirumuskan model baru yang awalnya diharapkan bisa menggantikan model GBHN yang diterapkan Orde Baru. Catatan ini penting terkait bagaimana konsep yang dibangun, termasuk dalam konteks lingkungan.
Terkait bagaimana arah pembangunan, GBHN Tahun 1978 menentukan pada poin B terkait Arah Pembangunan Jangka Panjang, masing-masing disebut dalam angka 1 dan angka 10. Pada angka 1 merujuk pada konsep pembangunan nasional dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya, sedangkan angka 10 menentukan bahwa dalam pemanfaatan sumber daya alam tidak boleh merugikan generasi yang akan datang.
Dengan penekanan tersebut dalam Ketetapan MPR, secara hukum sudah tersedia landasan yang kuat dalam menempatkan isu lingkungan hidup dalam pembangunan. Saya sendiri melihat konsep GBHN memiliki gambaran yang bagus dalam melaksanakan dan menata pembanguan. Namun pada awal reformasi, dengan semangat meninggalkan semua yang berbau Orde Baru, konsep-konsepnya yang terukur dan memiliki nilai akuntabilitas, justru ditinggalkan oleh penguasa kemudian. Posisi ini sendiri pun ditentukan oleh bagaimana tekanan publik yang berlangsung waktu itu.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.