Hukum Lingkungan Apanya?

Dalam pidato guru besar yang disampaikan Andri Wibisana di UI tanggal 10 April 2021, antroposen dipergunakan untuk menggambarkan dominasi manusia di dunia dan tentang besarnya pengaruh manusia atas perubahan yang terjadi di awal. Ada dua …

Dalam pidato guru besar yang disampaikan Andri Wibisana di UI tanggal 10 April 2021, antroposen dipergunakan untuk menggambarkan dominasi manusia di dunia dan tentang besarnya pengaruh manusia atas perubahan yang terjadi di awal. Ada dua hal penting yang seharusnya tidak ditinggalkan, yakni tanggung jawab (responsibility) dan saling ketergantungan (interdependence). Paradigma inilah yang seharusnya dikembangkan, bukan hiperindividualisme dan dominasi –harusnya kerja sama.

Dalam konteks inilah, hukum memiliki peran penting. Menurut Wibisana, hukum menjadi katalis perubahan –terutama bidang hukum tata negara dan adimistrasi negara. Ada beberapa saluran yang memungkinkan berubah melalui antroposen. Pertama, bagaimana mendorong penghargaan terhadap hak asasi manusia yang terkait lingkungan hidup –termasuk pengakuan atas hak lingkungan sendiri. Kedua, bagaimana campur tangan manusia dapat mengubah urusan privat menjadi publik –terutama untuk hal-hal terkait lingkungan dan selama ini berbasis pada pertanggungjawaban perdata. Ketiga, mendorong kerja sama dan koordinasi tingkat internasional yang lebih masif –dengan tidak melupkaan batas-batas kedaulatan negara.

Semua potensi di atas yang memungkinkan untuk didorong, berhadapan dengan berbagai kondisi yang selama ini sepertinya tidak berpihak pada lingkungan. Pertama, kasus lingkungan yang terjadi terus meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas. Bahkan kasus yang tidak memuliakan lingkungan terjadi terang-benderang di depan mata, tidak sembunyi-sembunyi.

Kedua, kasus yang terjadi juga tidak diimbangi dengan bagaimana proses penanganan dan penegakan hukumnya. Kasus-kasus yang diselesaikan di pengadilan menguap begitu saja, dengan putusan yang tidak memuaskan.

Ketiga, lahirnya berbagai legislasi, regulasi, dan berbagai peraturan teknis cenderung membuat pengelolaan lingkungan dan penegakan hukumnya yang semakin semraut. Plus masih dipertanyakan politik hukum lingkungan yang berkeadilan sosial hadir di negara ini.

Tiga kondisi penting itulah, menyebabkan pertanyaan dari judul di atas muncul: bisakan hukum lingkungan jadi tumpuan kita? Sebagaimana pidato Wibisana, jalan ke sana sepertinya masih jauh.

Dalam hal pembangunan yang lebih luas, realitas juga masih terkendala melihat lingkungan sebagai bagian penting. Secara konsep, terutama jika ditelusuri dalam deokumen GBHN Tahun 1973, apa yang disebut sebagai pembangunan yang berwawasan lingkungan, sudah muncul waktu itu. Masalahnya adalah pada awal Orde Baru pula, berbagai kelonggaran dalam melihat lingkungan secara longgar justru terjadi. Melalui pemanfaatan SDA oleh pengelola negara yang abai terhadap lingkungan. Pada waktu itu, SDA dipandang sebagai sumber ekonomi penting –dalam konteks melihat pembangunan dalam makna tunggal itu.

Leave a Comment