Kodrat Kepribadian dan Kodrat Kemanusiaan

Kodrat kepribadian tersebut tidak dapat disangkal tanpa meniadakan kodrat kemanusiaannya. setiap manusia dan masyarakat harus mengakui, menerima, memelihara dan melindungi kepribadian tiap manusia warga masyarakat. Namun hal ini tidak berarti bahwa kepentingan tiap manusia individual …

Kodrat kepribadian tersebut tidak dapat disangkal tanpa meniadakan kodrat kemanusiaannya. setiap manusia dan masyarakat harus mengakui, menerima, memelihara dan melindungi kepribadian tiap manusia warga masyarakat. Namun hal ini tidak berarti bahwa kepentingan tiap manusia individual secara tersendiri harus didahulukan dari masyarakat. Sebab, terbawa oleh kodrat kebersamaan dengan sesamanya itu, tiap manusia individual hanya dapat mewujudkan kemanusiaannya di dalam masyarakat, dalam kebersamaan dengan sesama manusia. Jadi, dalam kehadiran dan kehidupannya, manusia itu tidak terlepas dari ketergantungan pada kebersamaan dengan sesamanya dalam masyarakat. Kebahagiaan dan upaya untuk mewujudkannya tidak terisolasi dari kabahagiaan masyarakat sebagai keseluruhan. Selain itu, manusia tidak terlepas dari ketergantungan pada lingkungan alam dan Tuhan. Kebersamaan tersebut adalah struktur dasar yang hakiki dari keberadaan manusia. Struktur dasar kebersamaan dengan sesamanya dan keterikatan pada alam dan Tuhan ini dirumuskan dalam bentuk sila-sila dari Pancasila (Sidharta, 2009).

Pandangan hidup Pancasila dirumuskan dalam kesatuan lima sila yang masing-masing mengungkapkan nilai fundamental dan sekaligus menjadi lima asas operasional dalam menjalani kehidupan, termasuk dalam penyelenggaraan kegiatan menegara dan pengembanan hukum praktis. Sidharta menyebut pengembanan hukum praktis, selain pengembanan hukum teoritis, yang idealnya keduanya mendapat perhatian. Kemudian, menurut Sidharta, kesatuan lima nilai fundamantal itu bersama-sama dengan berbagai nilai yang dijabarkan atau diderivikasi berdasarkannya, mewujudkan sebuah sistem nilai, dan diejawantahkan ke dalam berbagai asas hukum dan kaidah hukum yang keseluruhannya mewujudkan sebuah sistem hukum (tata hukum). Tiap kaidah hukum mencerminkan atau dijiwai sebuah nilai, dan tata hukum mencerminkan atau bermuatan sistem nilai. Berkaitan dengan sistem nilai ini, dapat dibedakan ke dalam nilai-dasar (base-values) sebagai landasan dan acuan untuk mencapai atau memperjuangkan sesuatu, dan nilai-tujuan (goal-values) sebagai sesuatu yang harus dan layak untuk diperjuangkan atau diwujudkan (Sidharta, 2009).

Sebagai sistem nilai, Pancasila merupakan “base-values” dan sekaligus juga merupakan “goal-values”. Keseluruhan nilai dalam sistem nilai Pancasila dipersatukan oleh asas “Kesatuan dalam Perbedaan” dan “Perbedaan dalam Kesatuan” yang menjiwai struktur dasar keberadaan manusia dalam kebersamaan itu. Asas yang mempersatukan itu dalam lambang negara Republik dirumuskan dengan ungkapan “Bhinneka Tunggal Ika” (Yang beragam itu satu) (Kartohadiprodjo, 2009). Dalam ungkapan tersebut di atas, terkandung pengakuan serta penghormatan terhadap martabat manusia individual, kekhasan kelompok-kelompok etnis-kedaerahan yang ada dan keyakinan keagamaan dalam kesatuan berbangsa dan bernegara.

Ketika isu ini dibahas, betapa terlihat Kartohadiprojo dan Sidharta saling melengkapi dalam basis filsafat ilmu hukum kita. Sidharta sendiri konsisten mendalami ini dengan baik. Saya kira sebagaimana konsistensinya dalam menjaga keilmuan hukum kita, agar selalu baik juga.

Leave a Comment