Pada Jumat tanggal 4 Oktober 2024, Fakultas Hukum Universitas Indonesia menyelenggarakan satu kegiatan penting, Seminar Internasional berjudul “Tantangan Hukum Atasi Krisis Bumi di Era Antroposen”. Saya tertarik dan memberi sejumlah catatan, yang secara ringkas bahasan seminar ini saya peroleh dari hukumonline (Thea, 2024; Thea, 2024).
Substansi dari pertemuan tersebut, bagi saya persis seperti satu misi membangun orientasi. Aktivitas tersebut saya kira tidak pernah selesai dan tuntas. Saya sebut misi, karena dalam berbagai derap langkah kebijakan pembangunan selalu harus senada dan selaras dengan orientasi pembangunan lingkungan –titik yang terus berubah sejak dari lahir kebijakan pembangunan yang orientasi berwawasan lingkungan hingga pembangunan yang berkelanjutan. Konteks keberlanjutan yang tidak ditelikung oleh berbagai kepentingan lain yang bersembunyi melalui –seolah-olah—kepentingan hukum.
Apakah hukum itu bisa dimanfaatkan? Dalam ranah pengetahuan dan ilmu, hal tersebut bukanlah sesuatu yang aneh. Selain itu, ada relasi lain yang juga bisa ditelusuri. Idealnya ilmu selalu berkorespondensi dengan alam realitas. Pencetusnya bisa dari ilmu, bisa juga dari masalah. Misalnya, lahirnya pemikiran, munculnya teori, cara pandang, dan sebagainya, dimulai dari adanya masalah yang muncul dalam kehidupan manusia. Setiap perkembangan yang terjadi dalam ruang ilmu, dicemeti oleh perkembangan lain dalam realitas berwujud masalah-masalah, yang sebagiannya merupakan masalah baru. Ada pula ilmu yang lahir mendahului dari masalah-masalah. Pemikiran baru yang lahir dan dipikirkan dari awal, kemudian baru berkorespondensi masalah yang muncul kemudian.
Dengan demikian, orientasi itu pada dasarnya bangunan yang dihadirkan sebagai tempat berteduh bagi mereka yang senantiasa memikirkan bagaimana menyelesaikan berbagai masalah yang ada dalam kehidupan kita. Dalam kehidupan global, krisis lingkungan semakin parah. Wakil Dekan FHUI Andri Gunawan Wibisana menyebut ada tiga krisis serius era ini dan semakin parah, yakni perubahan iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman. Krisis lingkungan ini dampaknya menganggu keberlangsungan kehidupan populasi makhluk hidup. Atas dasar itulah dibutuhkan terobosan, salah satunya dari aspek hukum melalui kebijakan tertentu.
Mengapa penting merawat misi dan orientasi? Ada satu catatan penting disampaikan Wibisana waktu itu, yakni pada konsep keberlanjutan dalam isu lingkungan hidup yang harus didorong lebih progresif. Hukum jangan digunakan sebagai alat dalam melanggengkan kepentingan lain yang merusak lingkungan. Menurutnya, selama ini istilah keberlanjutan kerap digunakan sebagai kedok ideologi yang mengeksploitasi berlebihan terhadap lingkungan dan sumber daya alam.
Catatan tentang pengelabuan hukum tersebut, antara lain digunakan untuk melanggengkan krisis melalui eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan. Untuk kepentingan ini, perlu terobosan untuk memikirkan ulang fungsi hukum. Rezim hukum yang seperti apa yang harus dibentuk di tingkat nasional dan internasional untuk menangani krisis lingkungan.
Jika didalami sejumlah kajian dalam dunia hukum, ada hukum yang dalam sisi empirisnya tidak diperuntuk bagi tujuan-tujuan hukum. Ada maksud lain, ketika hukum tidak digunakan sebagaimana tujuan-tujuan dari apa yang harusnya sebagai tujuan hukum.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.